By: HLO
Di pelajaran sekolah, yang namanya pengertian itu ada dua, yaitu pengertian secara bahasa dan istilah. Secara bahasa dilihat dari akar kata, kalau secara istilah itu sudah mengacu ke definisi yang umum digunakan oleh masyarakat.
Contoh:
Masjid. Secara bahasa artinya tempat sujud. Secara istilah, kita sudah tahu bahwa masjid itu mengacu kepada suatu tempat ibadah yang ada kriteria-kriteria tertentu seperti seperti harus tanah wakaf, dikumandangkan adzan, dan lainnya.
Tapi, coba lihat hadits ini:
Dari Abu Sa’iid Al-Khudriy radliyallaahu ‘anhu, ia berkata : Telah bersabda Rasulullah ﷺ
الْأَرْضُ كُلُّهَا مَسْجِدٌ إِلَّا الْمَقْبَرَةَ وَالْحَمَّامَ
“Bumi ini semuanya merupakan masjid (tempat sujud untuk shalat) kecuali kuburan dan WC”.
Lalu, bagaimana jadinya jika ada orang yang mengartikan ‘masjid’ secara bahasa yaitu ‘tempat sujud’, lalu orang tersebut mengatakan bahwa kamarnya adalah masjid karena dia sekeluarga melakukan sujud di tempat itu?? Sajadah bisa dia sebut ‘masjid’ juga karena sajadah adalah tempat sujud. Dan menurut definisi dia, rumah dia juga masjid.
Bagaimana kacaunya jika seluruh istilah didefinisikan secara bahasa?
Maka, definisi secara bahasa dan istilah ini ya jangan dicampur-aduk.….
Contohnya adalah kata ‘Rasul’ yang oleh lembaga didefinisikan sebagai ‘utusan’. Siapapun yang mendapat tugas lembaga akan mendapat gelar ‘Rasul’.
Tapi, ketika para sahabat Nabi ﷺ berkata “Rasul akan datang..!”. Apakah mereka nanya “Rasul nya siapa?” atau dalam arti “utusannya siapa yang datang?”
Mereka para sahabat dan orang Quraisy juga sudah tahu istilah ‘Rasul’ selalu mengacu kepada Nabi Muhammad ﷺ.
Sebenarnya, peran dan fungsi Rasul memang harus diteruskan oleh generasi kini dan berikutnya; dari sisi dakwah, kepemimpinan, dan lainnya. Tetapi jangan klaim predikat ‘Rasul’nya. Karena kalau saya lihat, penggunaan predikat Rasul ini untuk membuat umat taat, bahkan taqlid, karena kalau menyanggah atau mengusulkan hal yang lain takut dianggap tidak taat kepada Rasul.
Jadi, kalau di lembaga mau mengaku ‘rasul’ adalah utusan NNII ya monggo.. Tapi mohon maaf, jangan pakai kata ‘rasul’ yang ada di al Qur’an, karena salah alamat, pointernya beda.
Al-Qur’an menyuruh kita untuk taat kepada ‘Rasul’ utusan Allah.. bukan ‘rasul’ utusan tetangga..
Baca Juga:
Apakah mereka yang sesemangat itu dalam berislam tidak bisa dianggap muslim?
Sholat Tidak Penting, yang Penting Infaq
Bukan untuk Menyembunyikan Pemimpin, Tapi untuk Menyembunyikan Strateginya
Support Da’wah dan Kontak Kami di: