Benarkah Diin (الدِّيْنُ) artinya negara?
Agama di Indonesia seringkali dipandang sebelah mata. Hal itu dikarenakan Indonesia dan kebanyakan negara di dunia saat ini, diakui atau tidak, adalah negara sekuler. Sekularisme sendiri artinya sikap mengabaikan, menolak, memisahkan diri dari agama dan pertimbangan agama.1 Oleh karena itu, negara tidak punya kewajiban sama sekali menjalankan perintah-perintah Allah terkait pengurusan masyarakat seperti manajemen sumber daya alam, pengambilan hutang Internasional, pajak, dan pendidikan. Pelaksanaan agama diserahkan kepada pribadi dan keluarga masing-masing.
Sikap memisahkan agama dengan kehidupan publik ini sebenarnya telah banyak mencabik-cabik hati masyarakat. Sebagai contoh, hubungan zina dapat dilakukan dengan bebas di Indonesia tanpa ada hukum yang menangani hal tersebut. Selama kedua belah pihak pelaku sama-sama suka, maka perbuatan tersebut sah-sah saja. Pernah ada seorang wanita pengusaha kebab terkenal melaporkan suaminya yang berselingkuh dan dilaporkan ke polisi. Akhirnya, kasus tersebut berakhir dengan hanya memaafkan dan dianggap ‘kesalahpahaman’. Contoh lainnya adalah kasus zina terstruktur yang dilakukan oleh petinggi Garuda yang sempat marak di media dan dilaporkan kepada menteri BUMN. Namun, menteri BUMN akhirnya mengatakan, bahwa perilaku zina terstruktur tersebut tidak dapat dihukum di Indonesia. Zina dianggap sah saja selama tidak dipaksa. Lalu mau bagaimana lagi? Mendengar banyaknya berita seperti ini saja telah menoreh luka. Namun, kemana harus menindaklanjuti kasus demi kasus ini? Negara tidak mengurus masalah ini. Akhirnya, keluarga demi keluarga menderita, anak kehilangan orang tuanya, dan berakhir dengan “ya sudah, maafkan saja”.
Selain itu, sebenarnya banyak pula pelanggaran syariat lainnya dalam lingkup kebijakan publik, seperti menyerahkan sumber daya alam kepada pihak swasta asing, mengambil hutang ribawi, membiarkan penjualan minuman keras, membiarkan aurat terbuka di dunia entertainment, dan banyak lainnya. Betapa besar dosa yang diraup oleh negara jika para petingginya mengetahui konsekuensi dari setiap pelanggaran tersebut. Karena setiap kebijakan yang melanggar syariat bukan hanya berefek kepada dirinya sendiri, tapi dosa ratusan juta umat Islam Indonesia yang terpaksa mengikuti kebijakan tersebut. Naudzubillah, tidak sanggup membayangkan besarnya dosa yang ditanggung.
Padahal, Islam sendiri merupakan ajaran dan aturan yang menyeluruh dan mencakup seluruh aspek hidup manusia, dari level pribadi sampai level negara, dari bangun tidur sampai tidur lagi, dari lahir sampai meninggal. Detail, menyeluruh, luas, dalam, serta mulia. Kemuliaan dan kesempurnaan Islam tidak mampu ditandingi oleh berbagai filsafat dan logika manusia. Kebenaran inilah yang akhirnya menggerakan banyak harokah, ustadz dan da’i di setiap lini masyarakat untuk menyuarakan bahwa “hei, islam tidak sesempit itu”.
Perspektif kebanyakan masyarakat terhadap kata ‘agama’ membuat Islam menjadi sempit. Sehingga banyak orang merasa bahwa ketika mereka sudah sholat wajib dan shaum maka sudah cukup. Padahal, Islam yang sebenarnya jauh lebih luas lagi. Islam tidak hanya mengatur urusan-urusan yang dapat diatur pribadi, namun juga urusan-urusan publik. Ya, memang Islam adalah agama, tapi bukan sekadar agama, namun juga ‘diin’. Tulisan ini akan membahas apa perbedaan ‘diin’ dan ‘agama’.
Di sisi lain, ada kelompok yang sudah sampai memahami bahwa ‘diin’ lebih luas cakupannya dari pada ‘agama’. Namun akhirnya menganggap ‘diin’ adalah negara. Sehingga, seseorang belum dianggap menjadi muslim ketika belum berada dalam negara Islam. Anggapan ini juga menimbulkan konsekuensi yang buruk, yaitu mengkafirkan orang di luar kelompoknya – yang diklaim sedang memperjuangkan negara Islam. Jika tidak mau dianggap mengkafirkan, maka orang di luar kelompoknya disebut jahiliyah atau tidak dapat disebut/diketahui statusnya. Namun tetap saja, yang dianggap muslim sesungguhnya hanya yang bernegara. Sehingga, tulisan ini juga akan membahas lebih dalam apakah benar ‘diin’ berarti ‘negara’.
Referensi:
1 Terjemah dari laman wikipedia mengenai Secularism (https://en.wikipedia.org/wiki/Secularism)
-
Persahabatan yang Bertepuk Sebelah Tangan (Part 2)
“Aku ketemu sama dia, sekarang udah berani pakai celana.”“Iya, kan? Sejak “keluar”, dia jadi beda.”“Berani deket sama cowok, lagi.”“Iya. Kerudungnya juga udah nggak panjang lagi.” Dua perempuan yang termasuk senior di kelompok ngajiku ngobrol dengan suara keras. Membicarakan Teteh A, yang dikabarkan membatalkan baiatnya dan keluar dari lembaga NII. Kami, para “junior” pura-pura tidak dengar.…
-
Pimpinan Laksana Tuhan
Bayangkanlah kamu adalah anggota lembaga yang rajin acara dan infaq persenan. Ketaatanmu pada Pimpinan sungguh luar biasa. Tapi, sadarkah kamu akan bahaya kesyirikan yaitu menuhankan Pimpinan? Kamu memang tak menyembahnya, tapi kamu ikuti semua perintahnya, yang halal jadi haram, yang haram jadi halal, yang dilarang oleh Allah dan Rasul-Nya kamu lakukan, yang diperintahkan oleh Allah…
-
Larangan Infaq 10% dan Porsi Infaq Seharusnya
Ada jaringan dalam lembaga Neo-NII yang mewajibkan umatnya untuk infaq sebesar 10% dari penghasilan. Bagaimana ajaran Islam menyikapi ini? Mari kita lihat hadits Rasulullah ﷺ berikut: Hadits 1 عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : { تُفْتَحُ أَبْوَابُ السَّمَاءِ نِصْفَ اللَّيْلِ فَيُنَادِي مُنَادٍ هَلْ مِنْ دَاعٍ فَيُسْتَجَابُ لَهُ ؟ هَلْ مِنْ سَائِلٍ فَيُعْطَى ؟…
Support Da’wah dan Kontak Kami di: