Larangan Infaq 10% dan Porsi Infaq Seharusnya

Ada jaringan dalam lembaga Neo-NII yang mewajibkan umatnya untuk infaq sebesar 10% dari penghasilan. Bagaimana ajaran Islam menyikapi ini? Mari kita lihat hadits Rasulullah ﷺ berikut:

Hadits 1

عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : { تُفْتَحُ أَبْوَابُ السَّمَاءِ نِصْفَ اللَّيْلِ فَيُنَادِي مُنَادٍ هَلْ مِنْ دَاعٍ فَيُسْتَجَابُ لَهُ ؟ هَلْ مِنْ سَائِلٍ فَيُعْطَى ؟ هَلْ مِنْ مَكْرُوبٍ فَيُفَرَّجُ عَنْهُ ؟ فَلَا يَبْقَى مُسْلِمٌ يَدْعُو دَعْوَةً إلَّا اسْتَجَابَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ لَهُ إلَّا زَانِيَةً تَسْعَى بِفَرْجِهَا أَوْ عَشَّارًا } . رَوَاهُ أَحْمَدُ وَالطَّبَرَانِيُّ وَاللَّفْظُ لَهُ صحيح الترغيب والترهيب – (ج 2 / ص 305) 2391 – ( صحيح)

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Pintu-pintu langit dibuka tengah malam maka pemanggil menyeru, adakah yang berdoa, maka (pasti) diijabahi baginya. Adakah yang meminta, maka (pasti) diberi. Adakah yang dirundung keruwetn, maka (pasti) dilapangkan darinya. Maka tidak tersisa seorang muslim pun yang berdoa dengan suatu doa kecuali Allah ‘Azza wa Jalla mengabulkan baginya kecuali wanita pezina (pelacur) yang berusaha dengan farjinya (kemaluannya) atau pemungut (harta orang) persepuluhan

(Hr Ahmad Dan At-Thabarani, Lafal Ini Bagi At-Thabrani, Dishahihkan Oleh Al-Albani Dalam Shahih At-Targhib Wat-Tarhib Nomor 2391)

Hadits 2

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ الْبَزَّازُ حَدَّثَنَا أَبُو نُعَيْمٍ حَدَّثَنَا عَبْدُ السَّلَامِ عَنْ عَطَاءِ بْنِ السَّائِبِ عَنْ حَرْبِ بْنِ عُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَيْرٍ الثَّقَفِيِّ عَنْ جَدِّهِ رَجُلٍ مِنْ بَنِي تَغْلِبَ قَالَ

أَتَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَسْلَمْتُ وَعَلَّمَنِي الْإِسْلَامَ وَعَلَّمَنِي كَيْفَ آخُذُ الصَّدَقَةَ مِنْ قَوْمِي مِمَّنْ أَسْلَمَ ثُمَّ رَجَعْتُ إِلَيْهِ فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ كُلُّ مَا عَلَّمْتَنِي قَدْ حَفِظْتُهُ إِلَّا الصَّدَقَةَ أَفَأُعَشِّرُهُمْ قَالَ لَا إِنَّمَا الْعُشُورُ عَلَى النَّصَارَى وَالْيَهُودِ

Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Ibrahim Al Bazzaz, telah menceritakan kepada kami Abu Nu’aim, telah menceritakan kepada kami Abdussalam dari ‘Atho` bin As Saib dari Harb bin ‘Ubaidullah bin ‘Umair Ats Tsaqafi, dari kakeknya, yaitu seorang laki-laki dari Bani Taghlib. Ia berkata; aku datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam kemudian aku masuk Islam dan beliau mengajariku Islam, dan mengajariku bagaimana aku mengambil zakat dari kaumku diantara orang-orang yang masuk Islam. Kemudian aku kembali kepadanya dan aku katakan; wahai Rasulullah, seluruh apa yang anda ajarkan telah aku hafal, kecuali zakat. Apakah aku mengambil sepersepuluh dari mereka? Ia berkata; tidak, sesungguhnya sepersepuluh adalah kewajiban atas orang-orang nashrani dan yahudi. (HR. Abi Dawud no. 2651)


Baca juga: Sholat tidak Penting, yang penting Infaq

Baca Juga: Pernah Memberi Masukan ke Atas?


Porsi Infaq yang Seharusnya menurut Tafsir Ibnu Katsir

Firman Allah Swt.:

{وَيَسْأَلُونَكَ مَاذَا يُنْفِقُونَ قُلِ الْعَفْوَ}

Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah, “Yang lebih dari keperluan.” (Al-Baqarah: 219)


Bahwa sahabat Mu’az ibnu Jabal dan Sa’labah datang menghadap Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam, lalu keduanya bertanya,

“Wahai Rasulullah, sesungguhnya kami mempunyai banyak budak dan keluarganya yang semuanya itu termasuk harta kami.”

Maka Allah Subhanahu wa ta’ala. menurunkan firman-Nya: 

Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. (Al-Baqarah: 219)

Al-Hakam mengatakan dari Miqsam, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah, “Yang lebih dari keperluan.” (Al-Baqarah: 219), yakni lebihan dari nafkah yang diperlukan.

Hal yang sama diriwayatkan pula dari Ibnu Umar, Mujahid, Atta, Ikrimah, Sa’id ibnu Jubair, Muhammad ibnu Ka’b, Al-Hasan, Qata-dah, Al-Qasim, Salim, Ata Al-Khurrasani, dan Ar-Rabi’ ibnu Anas serta lain-lainnya. Disebutkan bahwa mereka mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Katakanlah, “Yang lebih dari keperluan.” (Al-Baqarah: 219)

Lafaz al-‘afwa di sini artinya al-fadla atau lebihan (sisa dari yang diperlukan).

Telah diriwayatkan dari Tawus bahwa makna yang dimaksud ialah segala sesuatu yang mudah. Dari Ar-Rabi’ disebutkan pula bahwa makna yang dimaksud ialah hartamu yang paling utama dan paling baik. Akan tetapi, semua pendapat merujuk kepada pengertian lebihan dari apa yang diperlukan.

Abdu ibnu Humaid mengatakan dalam kitab tafsirnya, dari Al-Hasan sehubungan dengan ayat berikut: Mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah, “Yang lebih dari keperluan.” (Al-Baqarah: 219)

Disebutkan bahwa yang dimaksud dengan istilah al-‘afwa ialah jangan sampai nafkah itu memberatkan hartamu yang akhirnya kamu tidak punya apa-apa lagi dan meminta-minta kepada orang lain. Pengertian ini ditunjukkan oleh sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Jarir:

حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ مُسْلِمٍ، حَدَّثَنَا أَبُو عَاصِمٍ، عَنِ ابْنِ عَجْلان، عَنِ المَقْبُريّ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَجُلٌ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، عِنْدِي دِينَارٌ؟ قَالَ: “أَنْفِقْهُ عَلَى نَفْسِكَ”. قَالَ: عِنْدِي آخَرُ؟ قَالَ: “أَنْفِقْهُ عَلَى أَهْلِكَ”. قَالَ: عِنْدِي آخَرُ؟ قَالَ: “أَنْفِقْهُ عَلَى وَلَدِكَ”. قَالَ: عِنْدِي آخَرُ؟ قَالَ: “فَأَنْتَ أبصَرُ”.

Dari Abu Hurairah r.a. yang menceritakan: Seorang lelaki bertanya, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku mempunyai uang dinar.’” Nabi Shallallahu alaihi wasallam menjawab, “Belanjakanlah buat dirimu sendiri.” Lelaki itu berkata, “Aku masih memiliki yang lainnya.”

Nabi Shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Nafkahkanlah buat keluargamu.”
Lelaki itu berkata, “Aku masih mempunyai yang lainnya.”

Nabi Shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Nafkahkanlah buat anakmu.”
Lelaki itu berkata, “Aku masih mempunyai yang lainnya.”

Nabi Shallallahu alaihi wasallam . menjawab, “Kamu lebih mengetahui.”
Hadis ini diriwayatkan pula oleh Imam Muslim di dalam kitab sahih-nya.

Dan Imam Muslim mengetengahkannya melalui Jabir r.a., bahwa Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam pernah bersabda kepada seorang lelaki:

“ابْدَأْ بِنَفْسِكَ فَتَصَدَّقْ عَلَيْهَا، فَإِنْ فَضَل شَيْءٌ فَلِأَهْلِكَ، فَإِنْ فَضُلَ شَيْءٌ عَنْ أَهْلِكَ فَلِذِي قَرَابَتِكَ، فَإِنْ فَضُلَ عَنْ ذِي قَرَابَتِكَ شَيْءٌ فَهَكَذَا وَهَكَذَا”

Mulailah dengan dirimu sendiri, bersedekahlah untuknya; jika ada lebihannya, maka buat keluarga (istri)mu. Dan jika masih ada lebihannya lagi setelah istrimu, maka berikanlah kepada kaum kerabatmu; dan jika masih ada lebihan lagi setelah kaum kerabatmu, maka berikanlah kepada ini dan itu.

Menurut Imam Muslim pula, disebutkan dari Abu Hurairah r.a., bahwa Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam pernah bersabda:

“خير الصَّدَقَةِ مَا كَانَ عَنْ ظَهْر غِنًى، وَالْيَدُ الْعُلْيَا خَيْرٌ مِنَ الْيَدِ السُّفْلَى، وَابْدَأْ بِمَنْ تَعُولَ”

Sebaik-baik sedekah ialah yang diberikan setelah berkecukupan; tangan di atas (pemberi) lebih baik daripada tangan di bawah (penerima). Dan mulailah dengan orang yang berada dalam tanggunganmu.

Referensi:

Tafsir Ibnu Katsir


Baca juga: Sholat tidak Penting, yang penting Infaq

Baca Juga: Pernah Memberi Masukan ke Atas?

Exit mobile version