Tercampur baurnya hak Allah, hak pimpinan dan hak umat.
Dalam lembaga NNII, kekuasaan pimpinan itu sangat luas dan mutlak. Pimpinan berhak mentaarufkan umat, berhak menikahkan umat, berhak pula menceraikan umat. Umat bisa mengajukan, namun harus melalui birokrasi yang panjang. Kemudian, aset pribadi umat pun harus diketahui oleh pimpinan dengan detail, sampai berapa yang harus dizakatkan pun ditentukan pimpinan. Umat dianggap tidak bisa menghitung jumlah zakat sendiri. Lalu, pemilihan profesi, karir, penentuan tempat tinggal, semua harus atas izin pimpinan. Yang lebih mengejutkan lagi, pimpinan saya dulu pernah mengatakan, bahwa ‘qodar’ umat itu ditentukan pimpinan. Surga dan neraka umat juga ditentukan atau diketahui oleh pimpinan. Subhanallah.
Beginilah diagram hak pimpinan dan hak umat yang nyata terjadi di jaringan kami.
Pimpinan | Umat | |
Munakahat | – berhak menentukan jodoh – berhak mengatur taaruf, siapa dijodohkan dengan siapa – berhak mengatur pernikahan, kapan akadnya dan jam berapa – berhak menginstruksikan perceraian | – umat menikah atas instruksi pimpinan – umat bercerai atas instruksi pimpinan – tidak berhak menentukan kapan menikah |
Zakat, Infaq, Shodaqoh | – memerintahkan ZIS – berhak mengetahui aset pribadi umat – berhak mengelola distribusi ZIS | |
Lingkup pribadi dan organisasi | – mengatur dan menentukan profesi, karir dan tempat tinggal | – mengeksekusi da’wah (rekrut) sendiri – tarbiyah ruhani dilakukan secara mandiri |
Qodo Qodar | – berhak menentukan qodar umat – menentukan surga dan neraka umat |
Dari tabel di atas, dapat terlihat bahwa banyak sekali yang diurus oleh pimpinan lembaga, bahkan untuk hal-hal yang tidak perlu diurus oleh pimpinan, seperti penentuan dan pengaturan pernikahan dan perceraian. Pimpinan juga mencampuri tata kelola aset pribadi umat, yaitu, umat diminta untuk melaporkan setiap aset yang umat miliki kepada pimpinan setiap tahun. Data aset pribadi itu kemudian digunakan untuk perhitungan zakat mal.
Nah, mengapa hal-hal seperti memilih pasangan dan mengatur keuangan, yang sebenarnya bisa dan memang haknya diserahkan kepada umat, sibuk diurus pimpinan? Mengapa pimpinan seakan tidak percaya pada umat untuk menghitung jumlah zakat dan infaq umat sendiri?
Padahal, setiap umat Islam memiliki hak dan tanggungjawab atas kepemimpinannya sendiri. Kepemimpinan ini yang masing-masing akan dipertanggungjawabkan kepada Allah di akhirat. Seperti bagaimana kriteria memilih pasangan untuk membangun keluarga, bagaimana mengelola keuangan dan menghitung zakat sendiri.
Berikut ini diagram hak Allah, hak pimpinan dan hak umat yang tepat:
Hak Allah | Hak Pimpinan | Hak Umat | |
Munakahat | Menentukan jodoh | Hanya memfasilitasi taaruf, bukan menentukan | Mengikhtiarkan jodoh |
Zakat, Infaq, Shodaqoh | Memerintahkan ZIS | Mengelola zis tanpa perlu mengetahui aset umat | Mengelola aset dengan otoritas penuh |
Lingkup pribadi dan organisasi | Mengutus Rasulullah sebagai uswatun hasanah yang dapat dicontoh dari berbagai aspek | Mengatur dan menentukan strategi da’wah, tarbiyah, dan siyasi | Mengatur dan menentukan profesi, karir dan tempat tinggal |
Qodo Qodar | Allah-Lah yang menentukan surga dan neraka umat muslim | Tidak mengetahui kedudukan umat di surga atau neraka |
Hanya Allah yang mengetahui surga dan neraka umat manusia. Dalam hadits, Rasulullah ﷺ juga mengetahui kedudukan surga dan neraka para shahabat, namun itupun karena Beliau ﷺ mendapatkan wahyu dari Allah. Rasulullah ﷺ juga tidak mampu menentukan surga dan neraka. Dalam Al Qur’an, difirmankan bahwa:
[QS 53:26] Dan berapa banyaknya malaikat di langit, syafa'at mereka sedikitpun tidak berguna, kecuali sesudah Allah mengijinkan bagi orang yang dikehendaki dan diridhaiNya.
[QS 2:255] Tiada yang dapat memberi syafa'at di sisi Allah tanpa izinNya.
[QS Saba:23] Dan tiadalah berguna syafa'at di sisi Allah melainkan bagi orang yang telah diizinkanNya memperoleh syafaat itu.
Rasulullah ﷺ bisa mengajukan syafa’at, namun tetap diterima atau tidak itu keputusan Allah. Jika menganggap seorang pimpinan dapat menentukan surga dan neraka umat, maka sesungguhnya itu sesembahan baru yang tidak dapat memberi syafa’at sedikitpun [QS 43:86].
[39:44] Hanya kepunyaan Allah syafa'at itu semuanya. KepunyaanNya kerajaan langit dan bumi. Kemudian kepada-Nyalah kamu dikembalikan.
Lalu, sesungguhnya yang berhak menentukan jodoh dan takdir manusia hanyalah Allah ﷻ. Jika mencontoh Sunnah Rasulullah ﷺ, maka pernikahan umat Islam diserahkan kepada masing-masing umat. Memang terkadang Rasulullah ﷺ menjodohkan seorang shahabat, seperti kisah Julaibib. Namun, itu tidak berlaku untuk setiap shahabat Rasulullah ﷺ.
Begitupun mengenai zakat dan infaq, untuk perhitungannya diserahkan kepada masing-masing umat, Rasulullahﷺ dan aparatnya hanya mengambil zakatnya, tanpa susah payah menghitung perhitungan zakat masing-masing umat.
Rasulullah ﷺ lebih sibuk memenangkan agama Allah dengan mengatur strategi da’wah, tarbiyah dan siyasi (politik) sesuai petunjuk wahyu dari Allah. Inilah prioritas Rasulullah ﷺ, yaitu untuk bagaimana menegakkan syariat Allah secara penuh. Dan ini tidak akan bisa dilakukan jika Rasulullah ﷺ habis energinya untuk mengurus seluruh urusan pribadi umat.
Wallahu a’lam.
Baca juga:
Kesalahan lembaga dalam menafsirkan An Nisa 4:64-65
Yang bertanya adalah yahudi! Benarkah?
Sikap terhadap Ulama
Support Da’wah dan Kontak Kami di:
19 Comments