Masa kuliah termasuk masa yang paling membahagiakan bagi Rahmi. Selain memperoleh beberapa prestasi, Rahmi pun aktif di lembaga, yang saat itu dia yakini sebagai kebenaran. Banyak teman-teman Rahmi yang satu jurusan saat kuliah yang masuk ke dalam lembaga. Jumlahnya puluhan. Banyak juga kakak kelas di jurusan yang sama yang juga kader lembaga. Selain merasa satu jurusan, mereka juga jadi merasa lebih dekat lagi karena satu perjuangan. Perjuangan yang saat itu mereka anggap satu-satunya kebenaran.
Di awal-awal masa kuliah, Rahmi memang merupakan mahasiswa yang cukup cemerlang. IPKnya 3.83. Kandidat mahasiswa berprestasi. Juara nasional. Hebat deh pokoknya. Selain itu, Rahmi di lembaga juga termasuk kader yang cemerlang. Puluhan akhwat dia rekrut untuk masuk ke lembaga.
Saat itu, setiap pencapaian dunia, selalu Rahmi niatkan untuk Allah. “Niat karena Allah” ini maksudnya adalah selalu meniatkan agar bisa rekrut banyak orang ke lembaga. Jika berprestasi, maka diniatkan untuk da’wah ke lembaga. Jika banyak teman, maka diniatkan untuk da’wah ke lembaga. Jika punya rumah, diniatkan agar bisa dipakai oleh lembaga. Jika punya uang, diniatkan agar bisa disumbangkan untuk lembaga. Rahmi menganggap bahwa lembaga adalah satu-satunya jalan kebenaran.
Ada suatu unit di kampus di bidang keprofesian yang Rahmi dan teman-temannya ikuti. Unit keprofesian tersebut biasanya mendapat proyek-proyek amatiran dan juga mengikuti berbagai perlombaan. Nah, di unit itu, Rahmi bertemu dengan kakak kelas yang juga kader juga, sebut saja namanya Roni.
Roni juga sangat berprestasi. Setiap mengikuti lomba nasional atau internasional, pasti Roni menang. Roni menjadi juara lomba roket nasional dua tahun berturut-turut. Saking hebatnya, Roni pernah terbang bersama teman-temannya ke Amerika Serikat dan menjuarai lomba pembuatan roket di sana. Roni diundang untuk mengisi berbagai acara TV karena prestasinya.
Di lembaga, Roni juga termasuk kader yang disegani. Walaupun tidak banyak hasil rekrutnya, Roni cepat menghafal ayat-ayat dalam pembinaan. Roni juga pandai menjelaskan ayat-ayat yang diajarkan lembaga. Oleh karena itulah Roni diamanahi sebagai murobbi. Karena bakat dan tanggungjawabnya, Roni akhirnya diangkat menjadi pimpinan harian di lembaga.
Memutus harapan terhadap Roni
Pesona Roni tentu sulit untuk diabaikan oleh Rahmi. Karena prestasi dan keislaman Roni dalam lembaga, diam-diam Rahmi menyimpan perasaan pada Roni. Roni dan Rahmi satu jurusan, hanya terpaut satu tahun. Rumah Roni dan Rahmi juga ternyata satu komplek. Ditambah lagi, mereka sering bertemu di himpunan dan laboratorium. Berprestasi, berkedudukan, berpengaruh, hobby sama, rumah dekat, jurusan sama, satu unit keprofesian, bagaimana mungkin Rahmi tidak menyukai Roni? Sulit sekali sepertinya. Namun, Rahmi diajarkan oleh lembaga agar menekan habis perasaannya pada lawan jenis. Cinta hanya pada Allah. Cinta hanya pada Allah. Boleh cenderung pada manusia, tapi jangan ada harapan sama sekali.
Apalagi, pernikahan itu diatur oleh lembaga. Banyak akhwat yang lima tahun lebih tua dari Rahmi yang belum menikah. Secara logika, pimpinan akan mendahulukan akhwat-akhwat yang lebih dewasa untuk dinikahkan dengan ikhwan. Sedangkan Rahmi? Masih muda, baru masuk lembaga. Tidak ada harapan untuk bisa menikah dengan Roni. Roni terlalu hebat. Roni terlalu keren. Pasti akan dinikahkan dengan akhwat yang jauh lebih dewasa dan sholeh. Begitu, pikir Rahmi. Sehingga, walaupun Rahmi ada kecenderungan terhadap Roni, Rahmi tidak terpikir sama sekali akan dinikahkan oleh Roni. Biarkan perasaan itu disimpan oleh Rahmi sendiri saja.
Bersambung –>
Namun, kegiatan Rahmi dan Roni di unit keprofesian yang terlalu sering bertemu membuat Rahmi sangat sulit menekan perasaannya. Bertemu lagi, bertemu lagi. Namun, Rahmi berusaha keras untuk menjauh dari Roni sebisa mungkin untuk menjaga hatinya. Menjaga hatinya untuk benar-benar hanya terisi oleh Allah, bukan terisi oleh rasa kagum kepada Roni. Sebisa mungkin, kerjaan di kampus dikerjakan di rumah, jangan di lab, karena di lab pasti bertemu Roni yang mempesona itu.
Rahmi menjauh, Roni mendekat
Anehnya, sementara Rahmi berusaha keras menjauh dari Roni, Roni malah semakin sering mendekat ke Rahmi. Roni sudah lulus, sementara Rahmi harusnya lulus satu tahun lagi. Tapi Roni masih saja sering nongkrong di laboratorium tempat Rahmi ‘ngoprek’ roket. Memang Rahmi masih sering bolak-balik lab untuk mempersiapkan lomba roket terdekat. Di lomba yang Rahmi ikuti, Roni juga menawarkan bantuan mekanik dari mulai pemesanan mesin, desain bodi, perakitan, dan seterusnya sampai roketnya benar-benar jadi. Rahmi tinggal memprogram roketnya saja. Benar-benar sulit bagi Rahmi untuk menolak ‘kedatangan’ Roni untuk sekadar menjaga hati.
Proposal Roni kepada Orangtua
Dan memang sesuai dugaan, diam-diam ternyata Roni pun menyukai Rahmi dan terbukti secara aktif mendekati. Oleh karena itulah Roni terus mendekati Rahmi, agar bisa mengajukan kepada orangtua lembaga bahwa dirinya cocok dengan Rahmi. Roni, yang saat itu menjabat sebagai pimpinan harian meminta kepada orangtua lembaga untuk bisa menikah dengan Rahmi. Namun pada saat itu di lembaga, hal ini tidak bisa diterima, karena seorang kader tidak boleh meminta nikah, tidak boleh mengajukan pernikahan, tidak boleh memilih pasangan. Roni berusaha keras mengajukan kepada orangtua lembaga agar Rahmi bisa menjadi pasangannya dengan memberikan bukti-bukti bahwa betapa banyak persamaan yang mereka miliki.
Proposal Roni kepada orangtua lembaga ini membuat heboh satu jaringan. Terjadi banyak perdebatan berkepanjangan apakah seorang laki-laki boleh memilih pasangan atau tidak. Bagi orang muslim kebanyakan, tentunya ini dengan mudah diketahui dari Al Qur’an, Hadits dan Sunnah, bahwa memilih pasangan itu boleh, begitupun menolak lamaran. Namun, tidak bagi kader lembaga. Kader lembaga sudah terdoktrin bahwa memilih pasangan itu tidak boleh, memilih pasangan itu pasti karena hawa nafsu, pasangan itu harus ditentukan pimpinan. Begitu sudah ditentukan, harus diterima. Jika tidak menerima perintah pimpinan, maka tidak taat.
Bagi kader yang menganggap bahwa lelaki itu boleh memilih pasangannya sendiri, siap-siap saja menerima hujatan dari kader yang lain. Roni pun mendapat banyak sekali hujatan dari kader lainnya karena proposalnya. Padahal, Roni tidak melanggar syariat apapun. Roni memang membantu dan mendekati Rahmi, tapi Roni tidak pernah menyentuh Rahmi. Roni tidak pernah mengajak Rahmi berduaan. Roni tidak pernah berbicara mesra kepada Rahmi.
Tidak diduga, ternyata orangtua lembaga merestui Roni untuk menikah dengan Rahmi. Tentu ini membuat Roni lega. Namun, ini hanya diketahui oleh Roni dan jajaran pimpinan. Karena memang begitulah birokrasi lembaga. Urusan munakahat memang hanya pimpinan level atas saja yang tahu. Umat tidak mengetahuinya, tiba-tiba dijodohkan saja. Begitupun Rahmi, tidak mengetahui bahwa akan dinikahkan dengan Roni. Sementara Roni sudah tahu. Ini tidak adil.
Namun perkataan-perkataan murobbi di pembinaan yang sepertinya ‘mengarahkan’ Rahmi untuk menikah membuat Rahmi mulai menyadari bahwa sepertinya Rahmi memang akan dinikahkan dengan Roni. Rahmi pun bertabayyun kepada pimpinan terdekat yaitu kang Ario, apakah benar Rahmi akan dinikahkan dengan Roni? Dan Kang Ario mengatakan, “jangan bilang siapa-siapa”. Nah, jawaban ini otomatis membuat Rahmi yakin bahwa pimpinan akan menikahkannya dengan Roni.
Bersambung —>
Waktu itu, Rahmi belum lulus kuliah, sehingga banyak adik binaan Rahmi yang ditransfer ke murobbi lainnya tanpa persetujuan Rahmi. Rahmi diinstruksikan seperti itu agar fokus menyelesaikan tugas akhirnya. Rahmi yang telah lama ingin menjadi tim pembina, tidak mudah mentaati instruksi itu. Adik binaan Rahmi merupakan orang-orang yang direkrut satu per satu, lalu dikumpulkan menjadi satu kelompok. Merekrut satu orang membutuhkan waktu berminggu-minggu, dan membuat satu kelompok membutuhkan waktu berbulan-bulan sampai bertahun-tahun. Begitu sudah jadi satu kelompok, langsung ditransfer ke tim pembina begitu saja. Ikatan emosional dengan adik binaan yang masih sangat kuat harus segera dilepas. Ini bukan hal yang mudah bagi Rahmi.
Saat-saat menyelesaikan tugas akhir bukanlah hal yang mudah bagi Rahmi. Karena tugas akhir Rahmi adalah roket yang seluruh mekaniknya dibuat oleh Roni. Tentu Rahmi jadi sangat tergantung pada Roni untuk menyelesaikan tugas akhirnya. Namun Rahmi memutuskan untuk mengerjakannya sendiri, dengan alasan yang sama, untuk menjaga hatinya benar-benar untuk Allah, bukan untuk Roni. Mengoprek roket yang membutuhkan banyak trouble shooting yang biasanya dilakukan satu kelompok, semua harus dilakukan sendiri. Berat sekali.
Roni mensyaratkan kesiapan fisik
Karena proposal Roni, hujatan-hujatan dalam pembinaan, perdebatan dalam setiap rapat lembaga, dan juga adik binaan yang mendadak harus ditransfer ternyata membuat kondisi emosi Rahmi menjadi tidak stabil. Rahmi jadi telat lulus kuliah dan prestasinya menurun drastis. Performa Rahmi di kuliah dan di lembaga menurun. Memang Rahmi punya kesalahan lainnya, seperti terlalu memprioritaskan kegiatan lembaga dan meninggalkan kuliahnya. Begitu pimpinan menginstruksikan untuk fokus kuliah, Rahmi menjadi bingung dengan dirinya sendiri. Dalam kondisi stress, Rahmi jadi sering nyemil, dan berat badan Rahmi naik secara cukup drastis. Sepertinya banyak orang yang seperti ini, kan?
Setelah Rahmi lulus kuliah di tahun 2012, Rahmi ternyata tidak kunjung dinikahi oleh Roni. Bukannya Roni segera menikahi Rahmi segera setelah Rahmi lulus kuliah, tapi ternyata Roni malah terus menunda dan menganggap Rahmi terus tidak siap. Roni malah sibuk ‘mempersiapkan’ Rahmi dengan merancang banyak kegiatan pembinaan yang temanya munakahat. Tapi bagian mana pada diri Rahmi yang belum dianggap cukup siap untuk menikah? Bukankah Rahmi sudah lulus kuliah, lalu apa lagi yang dianggap belum siap?
Pernah suatu kali, Roni menyuruh Rahmi dan juga umat lainnya untuk sering berolahraga. Tidak ada yang salah untuk ditaati, dan akhirnya Rahmi mentaati perintah tersebut. Rahmi pun membiasakan untuk berolahraga dan mengatur pola makannya agar berat badannya kembali normal seperti sedia kala. Tiga sampai empat kali seminggu, Rahmi bersepeda atau berjalan kaki minimal 40 menit. Rahmi hanya makan dua kali setiap hari. Setelah satu tahun, berat badan Rahmi berangsur kembali seperti semula.
Sampai tahun 2013, Roni masih juga tidak melaksanakan taaruf dengan Rahmi. Pihak Roni yang setelah 1.5 tahun tidak kunjung menikahi Rahmi tentu membuat Rahmi bingung. Rahmi menduga, sepertinya, Roni juga kecewa karena Rahmi yang dulu cemerlang sedang menurun performanya. Roni juga tampaknya tidak suka dengan Rahmi yang bertambah berat badannya. Hal ini diketahui setelah Rahmi berkonsultasi kepada pimpinan harian saat itu, yaitu Roni, kang Beni dan kang Ario. Kok Rahmi tidak kunjung dinikahkan juga setelah dia lulus kuliah?
Lalu apa jawaban Roni saat itu? Roni menjawab “kesiapan fisik”.
Bersambung —>
Ya, ternyata, fisik Rahmi yang bertambah beratnya sekitar 10 kg setahun yang lalu membuat Roni jadi ragu menikahinya. Roni sebagai pimpinan harian memang punya hak mutlak untuk menentukan kapan pernikahan itu dilaksanakan, apakah disegerakan atau ditunda. Pimpinan harian dalam lembaga memang punya hak untuk mentaarufkan siapa dengan siapa, menikahkan siapa dengan siapa, kapan waktunya. Pimpinan juga berhak menginstruksikan perceraian. Jadi, Roni sebagai pimpinan harian punya kekuasaan besar atas rencana pernikahannya dengan Rahmi.
Mendengar jawaban ‘kesiapan fisik’ itu, mental Rahmi ambruk. Rahmi menangis dan sering menangis setiap hari. Rahmi merasa dirinya tidak berharga sebagai seorang muslimah, juga sebagai seorang wanita. Walaupun Rahmi telah berhasil menurunkan berat badannya, Rahmi tetap merasa jelek, merasa buruk, merasa tertolak. Sakit, pedih, itu yang Rahmi rasakan setiap mengingat jawaban Roni tersebut. Roni menunda pernikahan begitu lama hanya karena fisik Rahmi yang tidak memenuhi syarat Roni.
Di masa-masa menggantung ini, Rahmi sering merasa pedih, merasa sedih. Jika Roni memang berniat menikahinya, mengapa Roni menunda taaruf begitu lama? Mengapa Roni menunda menikah dengan Rahmi hanya karena Rahmi lebih gendut? Mengapa Roni punya hak mutlak untuk menentukan semuanya? Mengapa Roni tidak memilih Rahmi murni karena agamanya saja? Bukankah pengorbanan Rahmi untuk perjuangan telah begitu besar? Mengapa begitu Rahmi menjadi lebih gendut, Roni jadi enggan menikahinya? Apa tidak ada faktor lainnya pada diri Rahmi selain fisik belaka?
Baca juga: Pimpinan Mengatur Pernikahan dan Perceraian
Dalam kekalutan itu, Rahmi bertekad bahwa dia tidak ingin dinikahi karena fisiknya atau prestasi akademiknya saja. Rahmi ingin dinikahi karena agamanya, karena aqidahnya, karena loyalitasnya terhadap Islam. Rahmi mengubah kebiasaannya secara total. Rahmi membiasakan sholat Rawatib 12 rakaat. Bulan pertama, membiasakan sholat qobla shubuh. Bulan kedua, menambah dengan membiasakan sholat qobla dzuhur. Bulan ketiga, menambah dengan membiasakan sholat ba’da zhuhur. Begitu seterusnya, menambah dan melaksanakan satu kebiasaan setiap bulan.
Bertasbih pulalah pada waktu-waktu di malam hari dan pada waktu-waktu di siang hari, supaya kamu merasa senang… (QS 20:130)
Setiap sore, Rahmi juga meluangkan waktu satu jam di masjid kampusnya untuk mengulang-ulang dan menghafal murottal Al Qur’an untuk menyembuhkan sakit hatinya. Berbagai sholat sunnah, one day one juz, tahfizh, dzikir, shaum, semua dilakukan habis-habisan. Semua dilakukan untuk menyembuhkan pedih hatinya. Selain untuk menyembuhkan hatinya, Rahmi juga bertekad agar dengan amal-amal inilah Rahmi bisa lebih ‘berharga’, sehingga ia dinikahi karena amal ibadahnya inilah, bukan karena fisiknya.
“Hendaklah kamu pilih yang memiliki agama, agar kamu beruntung”
Nabi Muhammad ﷺ
Faktor penunda lainnya, yaitu markas dan tesis Roni
Beberapa saat kemudian, markas lembaga pindah ke daerah Bandung Tenggara. Roni dan bawahannya pun sibuk mempersiapkan markas tersebut agar siap digunakan untuk berbagai program lembaga. Dari mulai bersih-bersih, penjahitan korden, furnitur, AC, semua anggota turut mengerahkan apa yang mereka mampu untuk markas baru ini. Sehingga, ini menjadi alasan lainnya bagi Roni untuk menunda proses taaruf dengan Rahmi.
Bersambung –>
Setelah markas pembinaan selesai disiapkan, alasan lainnya bagi Roni untuk menunda adalah penyelesaian tesis S2nya. Sehingga pernikahan dengan Rahmi harus ditunda lagi sampai Roni lulus S2nya. Dari awal orangtua memberikan izin kepada Roni sampai saat ini, Roni telah menunda proses selama dua tahun. Bayangkan, dua tahun Roni menggantung Rahmi. Begitu selesai lulus S2 dan diwisuda, Roni bekerja di sebuah perusahaan nasional terkemuka. Namun, masih saja Roni tidak merasa mantap untuk menikahi Rahmi. Roni masih menunda dan menunda.
Dan nikahkanlah orang-orang yang sendirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha luas lagi Maha Mengetahui. (QS 24:36)
Sekarang, tesis Rahmi yang menjadi kendala
Dalam 3 tahun terakhir, sebenarnya sudah ada beberapa pria melamar Rahmi secara langsung. Jumlahnya enam sampai tujuh orang. Sepertinya aura dan penampilan Rahmi memang membuat hanya ikhwan-ikhwan aktivis masjid yang siap nikah saja yang menyatakan langsung kepadanya. Kebanyakan mereka menyatakan langsung setelah tidak sengaja berpapasan di masjid, atau setelah mengikuti kajian di masjid kampus. Ada juga teman kuliah Rahmi yang menyatakan ingin melamar. Menyatakan kepada Rahmi bahwa ingin menikahi dan meminta ijin untuk bertemu ayah Rahmi.
Namun, semua pria tersebut kebanyakan orang luar lembaga yang tidak akan pernah diijinkan oleh pimpinan untuk menikahi Rahmi. Saat itu, kebijakan pimpinan memang melarang akhwat untuk menikah dengan ikhwan luar. Namun karena alasan amniyah, tentu Rahmi tidak mungkin menolak dengan alasan seperti itu. Rahmi sering menjadikan ayahnya sebagai alasan, bahwa ayahnya memang belum menyetujui Rahmi untuk menikah di saat itu.
Rahmi tidak berbohong kepada mereka. Memang sejak ‘tembakan’ pria yang pertama, Rahmi banyak berkonsultasi dengan ayah kandungnya, apakah ayah kandungnya menyetujui Rahmi untuk menikah dengan pria yang profilnya begini dan begitu. Kebetulan, ayah Rahmi memang tidak pernah menyetujui berbagai profil pria yang diceritakan oleh Rahmi, yang telah menyatakan niat melamarnya. Sehingga ini dijadikan alasan Rahmi untuk menolak berbagai pria. Walaupun alasan sebenarnya adalah, Rahmi dilarang menikah dengan orang luar lembaga.
Kendala berikutnya adalah, Rahmi memasuki fase pengerjaan tesis S2nya. Ayah Rahmi sebagai sosok yang memprioritaskan pendidikan, namun juga belum memahami Islam secara mendalam, menambahkan syarat berikutnya bagi Rahmi untuk menikah, yaitu tesis Rahmi harus selesai. Ini menjadi alasan Roni untuk menunda lagi dan lagi, sampai Rahmi selesai S2nya.
Saat Rahmi bertanya kepada kang Ari sebagai pimpinan terdekatnya, kapan Rahmi jadi dinikahkan, kang Ari menjawab setelah tesis Rahmi beres. Rahmi berpikir, bukankah walaupun orangtua mensyaratkan tesis harus beres, proses taaruf sudah bisa dimulai dilakukan? Mengapa untuk memulai proses taaruf saja harus menunggu tesisnya beres? Apakah sebagai seorang muslimah, persyaratan untuk menikah harus sebanyak ini? Mengapa Rahmi selalu dianggap belum pantas, belum mapan, belum siap untuk menikah?
Rahmi pun menyelesaikan tesisnya dengan hati yang pedih tak terkira. Perasaan sakit hati akibat hanya dinilai fisiknya masih terasa sangat perih. Ditambah lagi perasaan menggantung akibat “mengetahui akan dinikahi tapi tidak jadi-jadi” membuat hatinya semakin sesak. Sepertinya tidak ada wanita yang suka digantung menunggu selama ini, sampai tiga tahun lamanya. Tiga tahun lho.
Bersambung –>
Beruntung, Rahmi telah berhasil membiasakan diri melakukan ibadah-ibadah sunnah yang berat secara konsisten. Inilah yang menjadi benteng dan kekuatan bagi Rahmi sehingga tidak terjebak dalam kesedihan dan kepedihan. Rahmi bangkit dan bangkit untuk menyelesaikan tesis S2nya. Akhirnya, Rahmi berhasil menyelesaikan tesisnya. Barokah, paper Rahmi yang merupakan dokumentasi tesisnya mendapatkan penghargaan sebagai Best Paper di konferensi di Malaysia.
Roni masih tidak mengakuinya
Di tahun 2014 setelah Rahmi menyelesaikan tesis S2nya dan diwisuda, Rahmi menghadap pimpinan terdekat kembali untuk berkonsultasi. Pimpinan saat itu yang ditemui adalah Roni, kang Beni dan kang Ari untuk menanyakan lagi tentang pernikahan. Namun, apa jawaban Roni? Roni menjawab, bahwa tidak ada program sama sekali antara Roni dan Rahmi.
Padahal, kang Beni dan semua jajaran pimpinan lainnya yang pernah dimintai konfirmasi oleh Rahmi mengatakan bahwa rencana itu memang ada. Sudah tiga tahun lamanya, setiap Rahmi mengkonfirmasi ke pimpinan yang lain, memang jawabannya seperti itu. Program itu ada. Namun Roni tidak pernah mengakuinya di hadapan Rahmi. Entah malu, gengsi, atau apa. Bagi Rahmi, semua bukti-bukti bahwa Roni memang mengajukan proposal ke orangtua, bahwa Roni memang merencanakan taaruf antara mereka, bahwa Roni memang menunda begitu lama telah begitu jelas.
Semua informasi yang ada di benak Rahmi menjadi inkonsisten dan melelahkan. Dari sudut pandang Islam, Rahmi merasa sudah siap menikah sejak lama. Syarat fisik, syarat tesis, dan syarat lainnya adalah syarat-syarat yang ditentukan manusia. Jika ada pria luar lagi yang mendekati, Rahmi nampaknya tidak akan sanggup lagi menolak mereka. Rahmi mengakui memang dirinya menginginkan dan membutuhkan untuk nikah muda sejak dulu. Dalam forum tersebut, Rahmi terang-terangan meminta untuk dinikahkan. Namun, pada saat itu, permintaan itu dianggap hina dan menjijikkan. Baik Roni, kang Beni dan kang Ari memandang Rahmi dengan sinis.
Perwalian yang membingungkan
Dalam forum itu, Rahmi juga menanyakan siapakah wali sah Rahmi?
Dalam Islam, proses pernikahan seorang perempuan didampingi oleh wali sahnya. Jika ada pria yang ingin melamar seorang perempuan, maka pria tersebut meminta izin kepada wali sah perempuan tersebut. Jika Ayah perempuan masih hidup, maka ayah perempuanlah yang berhak menjadi wali bagi sang perempuan. Jika Ayah perempuan sudah meninggal, maka hak perwalian berpindah ke (1) kakek dari pihak ayah dan seterusnya ke atas, (2) saudara lelaki kandung, (3) saudara lelaki seayah, (4) anak laki-laki saudara laki-laki kandung, (5) anak laki-laki saudara laki-laki seayah, (6) paman (saudara ayah) kandung, (7) paman (saudara ayah) seayah, (8) anak laki-laki dari paman kandung, (9) anak laki-laki dari paman seayah, dan terakhir, jika seluruh daftar wali nasab itu tidak ada, maka hak perwalian itu beralih ke (10) wali hakim.
Nah dalam lembaga, semua orang di luar lembaga dianggap kafir, jahil atau tidak dapat disebut. Intinya bukan muslim. Sehingga perwalian ayah dan seluruh wali nasab dianggap gugur. Yang berlaku di lembaga, saat akad, adalah wali hakim. Namun yang mengherankan, jika ada perempuan kader lembaga yang menikah dan ayah kandung atau saudara laki-lakinya sudah masuk lembaga, dalam proses pernikahan, ayah kandungnya tetap tidak punya hak perwalian dalam pernikahan. Begitupun saudara laki-laki tidak punya hak perwalian.
Yang berhak menjadi wali dalam akad nikah lembaga adalah tahkim. Yang berhak menengahi dalam proses pernikahan adalah wali. Nah untuk setiap perempuan kader lembaga, siapakah walinya? Apakah ketua akarnya, pimpinan terdekatnya, pimpinan harian, atau siapa? Mengapa untuk kasus Rahmi dan Roni, Roni sebagai pimpinan bisa memiliki kendali atas semuanya, tidak ada yang menengahi mereka sama sekali?
Bersambung di page selanjutnya. –>
Jika sesuai fiqih, maka wali Rahmi adalah Abdul, adik kandungnya. Jika wali Rahmi adalah pimpinan terdekat, maka Kang Ari-lah yang harusnya menengahi proses Roni dan Rahmi. Jika wali Rahmi adalah pimpinan harian, maka Ronilah yang menjadi wali. Tapi mana mungkin Roni menjadi wali dan sekaligus menjadi calon pasangan Rahmi? Pimpinan atas Roni, yaitu Pak Gani, sepertinya diam saja melihat semua masalah ini terjadi. Padahal, Rahmi sudah memberi surat kepada Pak Gani berkali-kali untuk mengadukan masalahnya. Namun, Pak Gani nampak lemah tidak punya kuasa, entah kenapa. Diam saja. Yang berkuasa adalah Roni.
Sejak saat ini, sebenarnya Rahmi sudah yakin bahwa lembaga sudah tidak mengikuti syariat Islam. Jika lembaga mengkafirkan orang luar karena tidak berhukum dengan hukum Islam, maka lembaga juga bisa menjadi kafir karena juga tidak mengatur mekanisme sesuai mekanisme Allah ﷻ. Maka, Rahmi menjadi ragu apakah ayahnya memang benar-benar menjadi kafir karena belum masuk lembaga. Rahmi juga meragukan status kemusliman kader lembaga yang mudah mengkafirkan orang lain. Status muslim-kafir dalam pandangan lembaga ini sebenarnya bisa terbalik.
Nampaknya, pertanyaan Rahmi ini pun juga tidak bisa dijawab oleh jajaran pimpinan lembaga.
Divisi baru, divisi tahkim.
Beberapa saat kemudian, Roni membentuk divisi baru, yaitu divisi tahkim yang bertugas menangani proses munakahat umat di jaringan. Sebelum divisi tahkim ini ada, semua urusan munakahat diurus oleh Roni.
Rahmi pernah mengajukan adiknya Abdul menjadi wali di akad nikah Rahmi suatu hari nanti. Rahmi menanyakan hal ini kepada Alm. Pak Roy yang baru saja diangkat sebagai tahkim jaringan. Namun, Pak Roy mengatakan bahwa Abdul tidak bisa menjadi wali nikah karena belum masuk menjadi divisi tahkim. Pak Roy memberi syarat, bahwa Abdul harus menjadi tahkim dulu untuk menjadi wali nikah. Padahal, Rahmi sudah meyakini bahwa jika memang ayahnya kafir, maka adiknya Abdul bisa menggantikan perwalian atasnya. Adiknya Abdul sudah masuk lembaga sejak 7-8 tahun lamanya. Jelas muslim kan, menurut standar lembaga? Menurut fiqih, Abdul adiknya seharusnya sudah cukup eligible untuk menjadi wali. Namun, pimpinan lembaga menentukan syarat lainnya sehingga Abdul menjadi tidak eligible.
Proses perwalian yang dimudahkan oleh syariat Islam, dipersulit oleh lembaga. Proses pernikahan yang dimudahkan oleh syariat Islam, diperumit oleh lembaga. Proses pernikahan yang seharusnya membebaskan dan melapangkan, malah dikekang oleh lembaga. Jika seorang muslim diseru untuk kembali pada syariat Islam, maka seorang kader akan diseru untuk mengikuti mekanisme-mekanisme lembaga yang dibuat berdasarkan kebijakan pimpinan, bukan berdasarkan syariat Islam.
Syarat berikutnya, Rahmi harus mendapat kerja
Setelah Rahmi telah menyatakan terang-terangan kepada pimpinan bahwa dirinya butuh nikah, ternyata itu tidak membuat Roni bergerak. Rahmi berkonsultasi kepada divisi tahkim yang baru, mengapa masih belum bisa dinikahkan. Divisi tahkim saat itu menjawab, bahwa Roni memberi syarat baru, yaitu Rahmi harus sudah mendapat kerja sebelum menikah. Ya, ini syarat baru bagi Rahmi. Dia harus mencari kerja dahulu.
Bersambung di page selanjutnya.
Dengan adanya divisi tahkim yang baru, memang antara Roni dan Rahmi jadi ada pihak ketiga yang seharusnya membantu menengahi mereka. Namun, ternyata divisi tahkim adalah divisi yang tunduk pada kebijakan pimpinan. Tidak hanya tunduk, namun juga berpihak penuh kepada pimpinan. Jika ada gesekan, maka pimpinan lah yang benar, umat yang salah. Maka, tetap saja Roni berkuasa atas semuanya. Divisi tahkim hanya kaki tangan dari Roni saja. Tidak berhak membuat kebijakan apapun dalam kasus ini.
Entah apa yang ada di benak Roni, Rahmi terus-menerus dianggap tidak siap. Terus menerus dianggap tidak pantas. Ada saja syarat-syarat baru sampai Rahmi dianggap ‘sudah cukup’ untuk mendampingi Roni. Mungkin Roni menganggap dirinya hebat dan luar biasa. Berkuasa, masih muda sudah jadi pimpinan harian. Sehingga Roni menganggap bahwa akhwat yang menggenggam dunia-lah yang pantas untuknya. Sementara saat itu, memang dunia sedang tidak terlalu berpihak pada Rahmi.
Rahmi sendiri sudah 3 tahun lebih digantung oleh Roni dan ditambah syarat baru lainnya. Ini sudah terlalu panjang, sudah terlalu pedih bagi Rahmi untuk memenuhi semua syarat yang ditentukan pimpinan, yaitu Roni. Jika Rahmi jadi menikah dengan Roni pun, hubungannya tidak akan langgeng, karena pada dasarnya Roni hanya menyukai hal-hal luar pada diri Rahmi, seperti fisik dan prestasi. Ketika fisik memudar dan prestasi menurun, Rahmi tidak ada harganya di mata Roni. Sebenarnya Roni tidak pernah menerima Rahmi seutuhnya. Roni hanya ingin mendapatkan dunia dari berbagai potensi yang dimiliki Rahmi. Roni hanya mau dengan Rahmi hanya ketika Rahmi memiliki fisik ideal dan prestasi cemerlang.
Setiap mengingat syarat-syarat dari Roni, itu membuat Rahmi merasa hatinya pedih dan tersiksa. Seringkali Rahmi berdoa, “Ya Allah, mohon sembuhkan penyakit hati ini ya Allah..” sambil menangis dan terus menangis. Kebingungan dan rasa pedih ini harus segera dihentikan! Rahmi yakin bahwa dirinya punya hak untuk dinikahkan dan punya hak untuk memilih. Walaupun pada saat itu, memilih pasangan bukanlah hal yang dianggap baik, Rahmi tidak peduli. Jika syariat Islam berkata begitu, maka ya berarti boleh! Begitulah standar Allah, bukan standar manusia!
Sehingga, Rahmi memberanikan diri berkonsultasi kembali menghadap pimpinan. Saat itu Rahmi menghadap Roni dan kang Beni. Rahmi mengatakan bahwa dia tidak ingin dipasangkan dengan Roni. Dia meminta dinikahkan, tapi tidak harus dengan Roni! Tidak mau!
Rahmi ditaarufkan dengan ikhwan lain
Tiga bulan kemudian, Rahmi akhirnya mendapat pekerjaan di sebuah perusahaan swasta. Benarlah, tepat satu atau dua minggu setelah Rahmi mendapat pekerjaan, Rahmi dipanggil oleh divisi tahkim jaringan untuk memulai proses taaruf dengan seorang ikhwan.
Saat itu, Rahmi diberikan secarik kertas yang berisi biodata seorang ikhwan, yang ternyata itu bukanlah Roni. Tapi ikhwan yang lain. Namun, ikhwan ini bukanlah seorang aktivis lembaga. Ikhwan yang ditaarufkan dengan Rahmi adalah seorang anggota akar yang tidak pernah merekrut orang sama sekali. Sementara Rahmi yang sudah lembaga-minded dan rekrut-minded tentu menginginkan untuk menikah dengan sesama kader yang lembaga-minded juga, agar bisa diajak berda’wah merekrut orang bersama.
Sebenarnya, dulu sewaktu Rahmi masih menjadi anggota akar, empat tahun jauh sebelum Rahmi bermasalah dengan Roni, Rahmi pernah berjanji kepada pimpinan akan menerima siapapun ikhwan yang ditaarufkan dengan Rahmi. Dulu, doktrin murobbi sangat kuat dan tegas, mengarahkan agar kader harus selalu menerima apapun perintah pimpinan, terutama munakahat. Dan Rahmi sangat takut menjadi seseorang yang tidak taat dan membangkang perintah pimpinan. Apalagi untuk kasus munakahat yang Rahmi telah menyadari bahwa memang sangat sulit bagi manusia untuk mengendalikan hati menerima perjodohan yang ditentukan pimpinan. Sehingga, Rahmi berjanji untuk menerima siapapun yang akan ditaarufkan. Dan sejak lama juga Rahmi bertekad untuk menjadi orang yang selalu menepati janji, sekecil apapun.
(Bersambung)
Support Da’wah dan Kontak Kami di: