Jannah Theme License is not validated, Go to the theme options page to validate the license, You need a single license for each domain name.

Munakahat

  • Kamu GENDUT maka kamu BELUM SIAP NIKAH

    Masa kuliah termasuk masa yang paling membahagiakan bagi Rahmi. Selain memperoleh beberapa prestasi, Rahmi pun aktif di lembaga, yang saat itu dia yakini sebagai kebenaran. Banyak teman-teman Rahmi yang satu jurusan saat kuliah yang masuk ke dalam lembaga. Jumlahnya puluhan. Banyak juga kakak kelas di jurusan yang sama yang juga kader lembaga. Selain merasa satu jurusan, mereka juga jadi merasa lebih dekat lagi karena satu perjuangan. Perjuangan yang saat itu mereka anggap satu-satunya kebenaran.

    Di awal-awal masa kuliah, Rahmi memang merupakan mahasiswa yang cukup cemerlang. IPKnya 3.83. Kandidat mahasiswa berprestasi. Juara nasional. Hebat deh pokoknya. Selain itu, Rahmi di lembaga juga termasuk kader yang cemerlang. Puluhan akhwat dia rekrut untuk masuk ke lembaga.

    Saat itu, setiap pencapaian dunia, selalu Rahmi niatkan untuk Allah. “Niat karena Allah” ini maksudnya adalah selalu meniatkan agar bisa rekrut banyak orang ke lembaga. Jika berprestasi, maka diniatkan untuk da’wah ke lembaga. Jika banyak teman, maka diniatkan untuk da’wah ke lembaga. Jika punya rumah, diniatkan agar bisa dipakai oleh lembaga. Jika punya uang, diniatkan agar bisa disumbangkan untuk lembaga. Rahmi menganggap bahwa lembaga adalah satu-satunya jalan kebenaran.

    Ada suatu unit di kampus di bidang keprofesian yang Rahmi dan teman-temannya ikuti. Unit keprofesian tersebut biasanya mendapat proyek-proyek amatiran dan juga mengikuti berbagai perlombaan. Nah, di unit itu, Rahmi bertemu dengan kakak kelas yang juga kader juga, sebut saja namanya Roni.

    Roni juga sangat berprestasi. Setiap mengikuti lomba nasional atau internasional, pasti Roni menang. Roni menjadi juara lomba roket nasional dua tahun berturut-turut. Saking hebatnya, Roni pernah terbang bersama teman-temannya ke Amerika Serikat dan menjuarai lomba pembuatan roket di sana. Roni diundang untuk mengisi berbagai acara TV karena prestasinya.

    Di lembaga, Roni juga termasuk kader yang disegani. Walaupun tidak banyak hasil rekrutnya, Roni cepat menghafal ayat-ayat dalam pembinaan. Roni juga pandai menjelaskan ayat-ayat yang diajarkan lembaga. Oleh karena itulah Roni diamanahi sebagai murobbi. Karena bakat dan tanggungjawabnya, Roni akhirnya diangkat menjadi pimpinan harian di lembaga.

    Memutus harapan terhadap Roni

    Pesona Roni tentu sulit untuk diabaikan oleh Rahmi. Karena prestasi dan keislaman Roni dalam lembaga, diam-diam Rahmi menyimpan perasaan pada Roni. Roni dan Rahmi satu jurusan, hanya terpaut satu tahun. Rumah Roni dan Rahmi juga ternyata satu komplek. Ditambah lagi, mereka sering bertemu di himpunan dan laboratorium. Berprestasi, berkedudukan, berpengaruh, hobby sama, rumah dekat, jurusan sama, satu unit keprofesian, bagaimana mungkin Rahmi tidak menyukai Roni? Sulit sekali sepertinya. Namun, Rahmi diajarkan oleh lembaga agar menekan habis perasaannya pada lawan jenis. Cinta hanya pada Allah. Cinta hanya pada Allah. Boleh cenderung pada manusia, tapi jangan ada harapan sama sekali.

    Apalagi, pernikahan itu diatur oleh lembaga. Banyak akhwat yang lima tahun lebih tua dari Rahmi yang belum menikah. Secara logika, pimpinan akan mendahulukan akhwat-akhwat yang lebih dewasa untuk dinikahkan dengan ikhwan. Sedangkan Rahmi? Masih muda, baru masuk lembaga. Tidak ada harapan untuk bisa menikah dengan Roni. Roni terlalu hebat. Roni terlalu keren. Pasti akan dinikahkan dengan akhwat yang jauh lebih dewasa dan sholeh. Begitu, pikir Rahmi. Sehingga, walaupun Rahmi ada kecenderungan terhadap Roni, Rahmi tidak terpikir sama sekali akan dinikahkan oleh Roni. Biarkan perasaan itu disimpan oleh Rahmi sendiri saja.

    Bersambung –>

  • Saya tidak pernah diberi kesempatan oleh pimpinan untuk taaruf dengan Risa

    By: RD

    Nama saya Rudi, saya bergabung dengan lembaga sekitar tahun 2009. Saya termasuk kader yang aktif dan loyal. Pemahaman dari lembaga membuat saya terus ingin berkorban untuk mengembangkan lembaga yang saya pikir adalah negara Islam yang Haq.

    Setelah beberapa tahun menjadi anak akar, saya diberi amanah untuk menjadi tim pengembangan. Tim pengembangan adalah tim yang khusus bertugas merekrut orang untuk dijadikan kader lembaga. Tim pengembangan juga merancang strategi tabligh, mengatur bagaimana agar kader-kader lembaga dapat mengisi berbagai majelis ta’lim di sekolah, kampus maupun umum.

    Di tim pengembangan (sering disingkat tim bang) saya bertemu dengan Risa. Kami sering bekerja sama merekrut orang. Dia yang memahamkan mad’u perempuan, jika mad’u sudah siap, maka saya yang akan menarik syahadatnya. Dalam praktek syahadat atau baiat yang dilakukan oleh perempuan di lembaga, dibutuhkan satu orang saksi laki-laki. Perempuan tersebut akan berjabat tangan dengan sang da’i, dan saya yang bertugas sebagai saksi untuk memandu ikrar perempuan tersebut. Jika yang ingin berikrar adalah laki-laki, maka cukup laki-laki itu mengucapkan ikrar dan berjabat tangan dengan saya sebagai saksinya.

    Nah, di tim bang ini lah saya sering bercengkrama dengan Risa. Saya pun sering berkunjung ke rumahnya karena Risa sering meminjamkan rumahnya untuk berjalannya program tim. Rumah Risa sering dipakai untuk rapat program Ramadhan, program basic training, dan program rekrut. Tidak terasa, seiring seringnya saya berkegiatan dengan Risa untuk merekrut orang, saya mulai menyukai Risa. Dan rasa ini, semakin lama, semakin dalam.

    Kukuat-kuatkan hatiku agar jangan sampai mencintai manusia. Aku hanya ingin mencintai Allah. Namun, percuma aku mengatur hatiku. Pikiranku tidak bisa kuhentikan mengingat Risa, apalagi kami sering bertemu minimal seminggu sekali di tim bang. Risa bagai permata yang mengisi jiwaku. Cinta.. mungkin ini namanya.

    Mungkin, saya memang bukan orang yang pandai menjaga lisan. Banyak teman yang bilang saya ini orangnya blak-blakan. Sifat ini pula yang menyebabkan saya pada suatu hari menyatakan perasaan ke Risa. Entah apa yang ada di pikiranku saat itu. Astagfirullah, padahal saya sudah tahu, bahwa itu tidak pantas dilakukan sebagai seorang da’i dan tidak pantas dilakukan sebagai seorang kader Islam. Tidak pantas bagi seorang ikhwan menyatakan cinta kepada seorang akhwat yang belum halal baginya. Namun, apa boleh buat, Risa telah terlanjur mengetahuinya langsung dari lisanku.

    Tentu saja Risa menyadari bahwa ini tidak benar. Karena Risa adalah kader akhwat tangguh yang sangat kuat memegang prinsipnya. Beberapa saat setelah kejadian itu, Risa melapor kepada pimpinannya, yaitu ketua tim bang, Kang Ari. Dan tentu saja kang Ari akan melaporkan lagi kejadian ini kepada atasannya, yaitu Kang Sayyid. Beginilah perilaku birokrasi yang biasa dalam lembaga. Segala sesuatu dilaporkan kepada pimpinan.

  • Apapun dilakukan agar program berjalan sukses

    Berikut ini kisah taaruf yang dilakukan oleh – sebut saja – Ainun. Calon lelakinya kita sebut saja Rama.

    Taaruf tanpa pihak ketiga

    Pada awal taaruf, Ainun dan Rama melakukannya berdua saja tanpa pemantauan, karena alasan keamanan. Ainun dan Rama mengobrol langsung tanpa ditemani pihak ketiga. Dan tidak ada di antara Ainun, Rama dan tahkim yang menyadari kesalahan ini.

    Padahal, bukankah jika akhwat dan ikhwan berduaan, maka yang ketiga adalah setan? Seharusnya diikhtiarkan menggunakan telegram atau aplikasi lain yang bisa
    menjamin keamanan. Setelah diingatkan berkali-kali, akhirnya mereka menggunakan aplikasi telegram.

    Menikah karena kesamaan profesi

    Berdasarkan penuturan Ainun, mereka dinikahkan karena kesamaan profesi yang diharapkan dapat membantu Islam. Namun tujuan dipasangkannya tidak diketahui dengan jelas. Ainun dikatakan diprogramkan, namun tidak tahu tujuan programnya apa, sehingga Ainun dengan terpaksa dan tanpa pemahaman menerima penjodohan tersebut. Ainun tidak menyadari bahwa seharusnya dia memiliki kemerdekaan memilih saat ditaarufkan.

    Padahal, jika ingin menikahkan karena Allah, perjodohan dilakukan murni hanya karena keislaman, bukan karena kesamaan profesi dan hal duniawi lainnya. Seharusnya dipasangkan untuk menjalankan Islam, untuk da’wah. Jika dinikahkan karena faktor duniawi, maka pernikahan yang dilakukan bukanlah pernikahan di Jalan Allah.

    Ikhwan diberi yang cantik agar mampu menahan diri

    Berdasarkan penuturan tahkim, Ainun dianggap memiliki kemampuan sebagai “pembatas” bagi Rama. Berarti, salah satu faktor pertimbangan mengapa Ainun dan Rama dinikahkan adalah karena fisik. Terkesan bahwa Rama tidak mampu menahan diri dari kecantikan wanita. ..

    Taaruf diatur sedemikian rupa agar diterima keluarga

    Rama dijodohkan dengan Ainun yang sama profesinya agar diterima oleh keluarga. Hampir seluruh keluarga Rama berprofesi sama, maka dipilihlah Ainun yang juga berprofesi sama dengan keluarganya agar diterima.

    Selain itu, Ainun sengaja ditaarufkan sekitar 8 bulan sebelum Rama lulus internship, agar Ainun dapat diterima oleh keluarga Rama yang mensyaratkan harus kenal lama yaitu minimal 6 bulan. Ainun mulai ditaarufkan bulan Agustus, namun Ainun dan Rama baru akan menikah di bulan April di tahun berikutnya, karena Rama baru lulus internship bulan Februari di tahun berikutnya. Pihak keluarga harus menunggu lama sampai Rama lulus dulu. Bahkan dikatakan oleh tahkim, bahwa tidak apa-apa akad dalam dilakukan jauh sebelum akad luar dilakukan.

    Komitmen yang Lemah terhadap syariat, apapun dilakukan agar program berjalan dengan sukses

    Setelah Rama berkenalan dengan keluarga Ainun, Rama diminta oleh ayah Ainun untuk rutin datang setiap minggu ke rumah keluarga Ainun, dan Rama mengiyakan begitu saja. Keluarga Ainun yang belum paham Islam meminta seperti itu agar Rama terbiasa “ngapel” Ainun.


    Baca juga:

    Kamu Gendut Maka Kamu Belum Siap Nikah

    Apakah mereka yang sesemangat itu dalam berislam tidak bisa dianggap muslim?

    Sholat Tidak Penting, yang Penting Infaq


  • Tercampur baurnya hak Allah, hak pimpinan dan hak umat.

    Dalam lembaga NNII, kekuasaan pimpinan itu sangat luas dan mutlak. Pimpinan berhak mentaarufkan umat, berhak menikahkan umat, berhak pula menceraikan umat. Umat bisa mengajukan, namun harus melalui birokrasi yang panjang. Kemudian, aset pribadi umat pun harus diketahui oleh pimpinan dengan detail, sampai berapa yang harus dizakatkan pun ditentukan pimpinan. Umat dianggap tidak bisa menghitung jumlah zakat sendiri. Lalu, pemilihan profesi, karir, penentuan tempat tinggal, semua harus atas izin pimpinan. Yang lebih mengejutkan lagi, pimpinan saya dulu pernah mengatakan, bahwa ‘qodar’ umat itu ditentukan pimpinan. Surga dan neraka umat juga ditentukan atau diketahui oleh pimpinan. Subhanallah.

    Beginilah diagram hak pimpinan dan hak umat yang nyata terjadi di jaringan kami.

     PimpinanUmat
    Munakahat– berhak menentukan jodoh
    – berhak mengatur taaruf, siapa dijodohkan dengan siapa
    – berhak mengatur pernikahan, kapan akadnya dan jam berapa
    – berhak menginstruksikan perceraian
    – umat menikah atas instruksi pimpinan
    – umat bercerai atas instruksi pimpinan
    – tidak berhak menentukan kapan menikah
    Zakat, Infaq, Shodaqoh– memerintahkan ZIS
    – berhak mengetahui aset pribadi umat
    – berhak mengelola distribusi ZIS
     
    Lingkup pribadi dan organisasi– mengatur dan menentukan profesi, karir dan tempat tinggal– mengeksekusi da’wah (rekrut) sendiri
    – tarbiyah ruhani dilakukan secara mandiri
    Qodo Qodar– berhak menentukan qodar umat
    – menentukan surga dan neraka umat
     

    Dari tabel di atas, dapat terlihat bahwa banyak sekali yang diurus oleh pimpinan lembaga, bahkan untuk hal-hal yang tidak perlu diurus oleh pimpinan, seperti penentuan dan pengaturan pernikahan dan perceraian. Pimpinan juga mencampuri tata kelola aset pribadi umat, yaitu, umat diminta untuk melaporkan setiap aset yang umat miliki kepada pimpinan setiap tahun. Data aset pribadi itu kemudian digunakan untuk perhitungan zakat mal.

    Nah, mengapa hal-hal seperti memilih pasangan dan mengatur keuangan, yang sebenarnya bisa dan memang haknya diserahkan kepada umat, sibuk diurus pimpinan? Mengapa pimpinan seakan tidak percaya pada umat untuk menghitung jumlah zakat dan infaq umat sendiri?

    Padahal, setiap umat Islam memiliki hak dan tanggungjawab atas kepemimpinannya sendiri. Kepemimpinan ini yang masing-masing akan dipertanggungjawabkan kepada Allah di akhirat. Seperti bagaimana kriteria memilih pasangan untuk membangun keluarga, bagaimana mengelola keuangan dan menghitung zakat sendiri.

    Berikut ini diagram hak Allah, hak pimpinan dan hak umat yang tepat:

     Hak AllahHak PimpinanHak Umat
    MunakahatMenentukan jodohHanya memfasilitasi taaruf, bukan menentukanMengikhtiarkan jodoh
    Zakat, Infaq, ShodaqohMemerintahkan ZISMengelola zis tanpa perlu mengetahui aset umatMengelola aset dengan otoritas penuh
    Lingkup pribadi dan organisasiMengutus Rasulullah sebagai uswatun hasanah yang dapat dicontoh dari berbagai aspekMengatur dan menentukan strategi da’wah, tarbiyah, dan siyasiMengatur dan menentukan profesi, karir dan tempat tinggal
    Qodo QodarAllah-Lah yang menentukan surga dan neraka umat muslimTidak mengetahui kedudukan umat di surga atau neraka 

    Hanya Allah yang mengetahui surga dan neraka umat manusia. Dalam hadits, Rasulullah ﷺ juga mengetahui kedudukan surga dan neraka para shahabat, namun itupun karena Beliau ﷺ mendapatkan wahyu dari Allah. Rasulullah ﷺ juga tidak mampu menentukan surga dan neraka. Dalam Al Qur’an, difirmankan bahwa:

    [QS 53:26] Dan berapa banyaknya malaikat di langit, syafa'at mereka sedikitpun tidak berguna, kecuali sesudah Allah mengijinkan bagi orang yang dikehendaki dan diridhaiNya.
    [QS 2:255] Tiada yang dapat memberi syafa'at di sisi Allah tanpa izinNya.
    [QS Saba:23] Dan tiadalah berguna syafa'at di sisi Allah melainkan bagi orang yang telah diizinkanNya memperoleh syafaat itu.

    Rasulullah ﷺ bisa mengajukan syafa’at, namun tetap diterima atau tidak itu keputusan Allah. Jika menganggap seorang pimpinan dapat menentukan surga dan neraka umat, maka sesungguhnya itu sesembahan baru yang tidak dapat memberi syafa’at sedikitpun [QS 43:86].

    [39:44] Hanya kepunyaan Allah syafa'at itu semuanya. KepunyaanNya kerajaan langit dan bumi. Kemudian kepada-Nyalah kamu dikembalikan. 

    Lalu, sesungguhnya yang berhak menentukan jodoh dan takdir manusia hanyalah Allah ﷻ. Jika mencontoh Sunnah Rasulullah ﷺ, maka pernikahan umat Islam diserahkan kepada masing-masing umat. Memang terkadang Rasulullah ﷺ menjodohkan seorang shahabat, seperti kisah Julaibib. Namun, itu tidak berlaku untuk setiap shahabat Rasulullah ﷺ.

    Begitupun mengenai zakat dan infaq, untuk perhitungannya diserahkan kepada masing-masing umat, Rasulullahﷺ dan aparatnya hanya mengambil zakatnya, tanpa susah payah menghitung perhitungan zakat masing-masing umat.

    Rasulullah ﷺ lebih sibuk memenangkan agama Allah dengan mengatur strategi da’wah, tarbiyah dan siyasi (politik) sesuai petunjuk wahyu dari Allah. Inilah prioritas Rasulullah ﷺ, yaitu untuk bagaimana menegakkan syariat Allah secara penuh. Dan ini tidak akan bisa dilakukan jika Rasulullah ﷺ habis energinya untuk mengurus seluruh urusan pribadi umat.

    Wallahu a’lam.


    Baca juga:

    Kesalahan lembaga dalam menafsirkan An Nisa 4:64-65

    Yang bertanya adalah yahudi! Benarkah?

    Sikap terhadap Ulama


    Support Da’wah dan Kontak Kami di:

  • Pemimpin mengatur pernikahan dan perceraian

    Dalam lembaga NNII, kekuasaan pimpinan itu sangat luas dan mutlak. Berhak mentaarufkan umat, berhak menikahkan umat, berhak pula menceraikan umat. Umat bisa mengajukan, namun harus melalui birokrasi yang panjang, terkadang harus membayar sejumlah uang tertentu. Pemimpin menentukan siapa menikah dengan siapa, kapan ditaarufkan, apakah sudah siap atau belum, seluruhnya ditentukan oleh pimpinan.

    Alasan yang kami dapat dari kebijakan tersebut adalah agar kami menikah benar-benar untuk melaksanakan program lembaga Allah, bukan karena hawa nafsu. Ayat yang melarang kami untuk menyukai lawan jenis adalah ayat at Taubah, 9:24. Namun, setelah menikahpun, tidak jelas apa program yang harus kami lakukan setelah menikah.

    Dan, hal yang memeras hati kami adalah, otoritas pimpinan dalam mengatur pernikahan ini telah ada sejak dua puluh tahun yang lalu. Dalam buku “Jihad Terlarang”, diceritakan pula bahwa beberapa kali orang-orang atas pernah melarang ikhwan dan akhwat menjalin hubungan asmara tanpa sepengetahuan pimpinan. Bahkan ada juga larangan, ikhwan tidak boleh memilih sendiri calon istrinya, atau sebaliknya, akhwat tidak boleh memilih sendiri calon suaminya, apalagi jika calon suaminya bukan orang dalam. Pernikahan antar-anggota pergerakan harus ditentukan oleh pemimpin. 1

    Penulis buku Jihad Terlarang itu pun mengatakan, bahwa beliau sendiri menyaksikan bahwa larangan itu hanya berlaku untuk mereka yang secara struktural ada di level bawah piramida organisasi lembaga. Tapi, sering juga beliau menyaksikan ikhwan yang punya hubungan dekat dengan pemimpin, atau berada di level atas pergerakan boleh memilih sendiri akhwat yang ingin dia nikahi.

    Ini berbeda dengan ada banyak hadits yang mengatakan bahwa setiap umat Islam berhak memilih pasangannya masing-masing. Contohnya sebagai berikut:

    Nabi ﷺ bertanya kepada Jabir ra, “Wahai Jabir, apakau kamu telah menikah?” Jabir menjawab, “Ya”. Beliau bertanya lagi: “Dengan seorang gadis atau janda?” Saya menjawab; “dengan seorang janda”. Beliau ﷺ menjawab, “Kenapa kamu tidak memilih yang masih gadis, hingga kamu bisa mencumbunya dan dia bisa mencumbumu?”. Saya menjawab, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya saya memiliki saudara-saudara perempuan, dan saya khawatir jika dia (gadis) melunturkan hubungan baik antara saya dan mereka.” Lalu beliau ﷺ bersabda: “Jika demikian maka tidak masalah, sesungguhnya seorang wanita dinikahi karena agamanya, hartanya, dan kecantikannya, maka pilihlah karena agamanya, niscaya kamu akan beruntung.” 2

    Ada seorang wanita muda datang kepada Rasulullah ﷺ dan berkata; “Wahai Rasulullah, ayahku menikahkan saya dengan anak saudaranya dengan tujuan agar derajatnya terangkat.” Rasulullah ﷺ lantas memberi kesempatan kepada si wanita itu untuk memutuskan pendapatnya sendiri. Si wanita tersebut lantas berkata: “Sebenarnya saya telah berkenan dengan apa yang dilakukan ayahku, tetapi saya hanya ingin agar para wanita tahu bahwa para ayah tidak berhak memaksa anak perempuannya.” [3]

    Jelas sekali dalam hadits di atas, dan juga banyak hadits lainnya bahwa umat Islam berhak memilih pasangannya sendiri. Seorang ayah tidak berhak memaksa anak perempuannya untuk menikah, maka apalagi seorang pimpinan organisasi di luar keluarga. Rasulullah ﷺ tidak susah payah mengurusi dan mengatur pernikahan umat Islam, karena Rasulullah ﷺ sibuk mengurus da’wah dan tarbiyah umat Islam. Maka, janganlah mengharamkan apa yang telah dihalalkan oleh Allah dan Rasul-Nya…..


    Baca Juga:


    REFERENSI:

    1 Mataharitimoer, “Jihad Terlarang”, Penerbit Literati. 2007

    2 Hadits shahih riwayat Muslim no. 2662, diakses melalui aplikasi Ensiklopedi Hadits

    [3] Hadits riwayat Ahmad no. 23892

  • Ayah Teman Saya Disuruh Poligami…

    Oleh: YHR, QL, MZ

    Saya mendapat kabar, ayah teman saya disuruh menikah lagi oleh lembaga, tapi ibu teman saya itu tidak tau. Anak-anak ayah teman saya yang lainnya pun tidak tahu. Hanya teman saya itu yang tahu. Teman saya sampai bingung, sedih. Bagaimana kalau ibunya tahu? Bagaimana kalau ibunya tahu tapi teman saya tidak memberi tahu ibunya, lalu dia merasa bersalah?

    Kalau ayahnya tidak pulang, dia tahu bahwa ayahnya sedang bersama istri keduanya. Lalu dia bingung dan merasa kasihan, bagaimana kalau istri kedua ayahnya punya anak, yang cepat atau lambat, itu sangat mungkin terjadi?

    Saya merasa aneh dan heran. Juga kaget. Ayahnya disuruh nikah lagi sama lembaga tanpa sepengetahuan istri pertamanya. Akhirnya, pernikahan kedua ayah teman saya benar-benar terjadi. Benar-benar menyedihkan.

    Sebenarnya, laki-laki memang boleh menikah lagi tanpa sepengetahuan istri pertama. Tapi, itu tidak pantas. Halal, tapi tidak thoyyib. Semendesak apapun, pelaksanaan poligami tidak asal-asalan. Kalaupun harus mengambil langkah poligami, tetap harus dikomunikasikan dengan baik agar tidak ada orang yang terzalimi.

    Nah, ada kemungkinan istri pertama ayah teman saya adalah ‘orang luar’. Karena ada istilah orang luar dan dalam, maka orang dalam bebas melakukan apapun (mencuri, berbohong) kepada orang luar. Karena orang luar dianggap non-muslim dan non muslim itu halal darah dan hartanya. Jadi, masa bodoh perasaan orang luar bagaimana.

    Pasti istri pertama ayah teman saya sakit hati sekali kalau tahu sudah dikhianati…

    Lalu, saya jadi bertanya-tanya bagaimana akhlaq akhwat yang mau jadi istri kedua bagi ayah teman saya? Kok dia mau, ‘merebut’ suami orang? Lalu, kok ayah teman saya mau begitu saja disuruh poligami tanpa memberitahukan istri pertamanya? Fenomena taqlid buta yang benar-benar nyata.

    Allah Maha Adil. Mudah-mudahan Allah memberi jalan terbaik bagi umatnya yang dizalimi. Aamiin..


    Baca Juga:


    Support Da’wah dan Kontak Kami di:

  • Sibuk Menghakimi Niat

    Tidak bisa dipungkiri bahwa pembinaan oleh kader-kader lembaga memiliki manfaat bagi saya. Kebaikan dan sebagian kebenaran tersebut pada hakikatnya datang dari Allah, namun tersampaikan pada saya melalui kader lembaga. Salah satu manfaat yang saya terima adalah mengenai keikhlasan yang berarti memurnikan niat benar-benar karena Allah. Kami dididik untuk terus meluruskan niat murni karena Allah. Salah satu bentuk “niat karena Allah” adalah dengan meniatkan segala kegiatan agar bisa bernilai da’wah untuk membela diin/agama Allah.

    Seiring berjalannya waktu, hal ini berubah menjadi budaya ‘menghakimi niat’ yang pedih dan menyakitkan. Segala sesuatu memang harus diniatkan untuk Allah, tapi pihak pimpinan dan murobbi terlalu sering menghakimi niat bawahannya untuk amal-amal yang sebenarnya secara hukum syar’i adalah mubah (boleh). Contoh, kader-kader awal tidak diperkenankan untuk memilih pasangan untuk dinikahi dengan alasan agar para kader meniatkan menikah benar-benar karena Allah, bukan karena hawa nafsu. Padahal secara syar’i, memilih pasangan itu boleh. Selain itu, kader-kader awal juga diarahkan untuk tidak kuliah di luar negeri, karena dianggap itu tidak diniatkan untuk perjuangan lembaga yang terbatas hanya di Indonesia. Ada kader yang pernah dilarang mempelajari bahasa al Qur’an karena dianggap salah niat. Ada pula kader yang lebih memilih sebagai pendidik daripada perekrut yang akhirnya dimusuhi karena dianggap salah niat. Lalu, jika ingin mengetahui penyaluran ZIS dan ingin mengetahui sosok pimpinan, maka akan dianggap niat pertanyaan tersebut bukan karena Allah. Penghakiman berlebihan untuk amal-amal yang sebenarnya boleh-boleh saja.

    Sosok yang memiliki niat lurus karena Allah dianggap sebagai sosok yang tidak memiliki harapan, cita-cita, keinginan dan bertekad lemah. Bahkan untuk keinginan-keinginan manusiawi seperti ingin memiliki pasangan yang disukai atau ingin berkiprah sesuai minat dan bakat akan dihakimi habis-habisan. Niat lurus karena Allah dianggap sebagai seorang yang tidak memiliki inisiatif dan harapan selain untuk menjalankan perintah pimpinan. Tidak punya cinta, tidak punya cita-cita selain untuk menjalankan perintah pimpinan.

    Read More »
  • “Pemimpin Saya Bilang, Kita Nggak Takfir Kok”

    By: HLO & MZ

    Setelah konfirmasi status muslim dan non-muslim ke pimpinan, tidak jarang umat akan mendapat jawaban “Tidak, kita tidak takfir kok.”. Namun, coba tanyakan beberapa hal ini kepada pembina atau murobbi anda:

    1. Apakah sah berimam sholat dengan orang luar?
    2. Apakah zakat yang disalurkan untuk orang luar itu sah?
    3. Apakah sah menikah dengan orang luar, atau dianggap berzina dengan orang kafir?
    4. Apakah boleh menampakkan aurat yang wajar dengan orang luar? Misal, kepada sesama muslimah luar.
    5. Apakah boleh menshalati orang luar yang meninggal?

    Silakan tanya kepada murobbi anda, apa jawabannya? Jika jawaban yang kamu dapatkan seperti ini:

    1. Sholat berjamaah di luar hanya bersamaan, bukan berjamaah.
    2. Tidak sah berzakat di luar lembaga.
    3. Biasanya dijawab mu’min dengan mu’min, pezina dengan pezina (QS 24:3). Intinya, tidak boleh menikah dengan orang luar.
    4. Tidak boleh, tidak boleh menampakkan aurat. Baik antara sesama muslim atau antara sesama muslimah.
    5. Tidak boleh.

    Nah, jadi, takfir tidak? Jika muslim di luar lembaga dianggap sebagai ‘muslim yang berbeda, tidak sama kualitasnya dengan muslim lembaga’, maka sudah jelas terlihat bagaimana sikap pimpinan lembaga terhadap muslim di luar sana.

    Mu’min sebenarnya hanya di dalam lembaga, di luar sana bukan mu’min sebenarnya. (non mu’min = kafir, red)

    Berdasarkan pengalaman, kebijakan nomor 1 pernah berubah, tapi ditegaskan kembali sebenarnya hanya berbarengan. Jika ada perubahan lagi, coba pikirkan: untuk hal yang sefundamental ini, mengapa begitu cepat berubah?

    Di kalangan pengurus inti, kebijakan nomor 3 pernah dibahas mengenai pasangan yang sudah menikah namun yang masuk baru satu pihak. Jawabannya, kalau umat baru masih diperbolehkan, tapi kalau sudah sampai level pengurus harus siap cerai.

    Bayangkan, kehidupan pribadi umat dari mulai menikah dengan siapa, kapan harus menikah, harus bercerai atau tidak; semuanya ditentukan oleh pimpinan. Sebagai umat lembaga, kamu tidak memiliki kendali utuh atas hidupmu sendiri. Inikah hidup dan perjuangan yang sesuai dengan Al Qur’an dan Sunnah? Apakah para shahabat seperti itu? Apakah para tabi’in dan tabi’ut tabi’in seperti itu?


    Baca Juga:

    Apapun dilakukan agar program berjalan sukses

    Saya tidak pernah diberi kesempatan oleh pimpinan untuk taaruf dengannya

    Kamu Gendut! Kamu tidak akan siap nikah


    Support Da’wah dan Kontak Kami di:

Back to top button