Oleh: MZ
Sebenarnya, sejak tahun 2011-2012 saya mulai mendeteksi hal-hal yang janggal dari jaringan ini. ‘Mengapa begini ya?’. Dari mulai mengapa pemimpin ‘memelihara’ dan mendiamkan saja beberapa orang yang bermasalah atau kurang amanah; pemahaman-pemahaman dalam pembinaan yang setelah ditelurusi ternyata tidak sesuai al Qur’an dan As Sunnah; juga kebijakan-kebijakan yang mulai terasa ‘aneh’ dan sangat subjektif, yaitu tidak berdasar hal-hal objektif atau simply berdasar al Qur’an dan As Sunnah.
Namun, ada alasan-alasan yang membuat saya bertahan. Pertama, saya masih ingin Islam bangkit dan satu-satunya cara yang saya yakini (sesuai dengan kadar pengetahuan saya saat itu) adalah dengan berda’wah dan mengembangkan lembaga. Kedua, saya bisa berkesempatan berda’wah dan membentuk kelompok kelompok binaan kecil dari berbagai universitas. Kegiatan berda’wah dan membina dalam Islam membuat saya bahagia dan memiliki semangat hidup yang kuat. Ketiga, saya berpikir bisa jadi penyimpangan-penyimpangan ini hanya kesalahan atau kekurangan personal. Sehingga saya masih optimis keseluruhan organisasi masih bisa dibenahi melalui komunikasi dengan pemimpin. Pemimpin juga saya pikir adalah sosok yang benar-benar berkomitmen menjalankan syariat.
Pada tahun 2015 saya mulai mengkaji salah satu topik, yaitu teknis munakahat. Ternyata banyak sekali penyimpangan dalam pelaksanaan munakahat ini, dan saya lalu menyampaikan beberapa saran kepada pimpinan untuk menjelaskan bagaimana munahakat sesuai syariat, dan bertanya mengapa jaringan tidak melaksanakan program munakahat sesuai syariat saja. Pernah dijawab, dan jawabannya ‘munakahat itu urusan pimpinan’. Benarkah dalam islam, munakahat itu urusan pimpinan?
Sampai akhirnya di tahun 2019, akhirnya saya cukup yakin sepertinya memang ada yang salah di jaringan ini dan kesalahannya sangat kronis dan toxic. Selain itu, saya mulai yakin bahwa pimpinan jaringan ini tidak memiliki komitmen terhadap syariat Islam. Hal-hal inilah yang membuat saya berpikir untuk mempertimbangkan kembali sikap saya:
- Jarang sekali ada musyawarah. Pemimpin tidak bisa diberi masukan untuk mengubah programnya agar lebih sesuai syariat. Contohnya adalah kasus munakahat yang saya alami. Ada contoh lainnya ketika seorang kader mengajukan mutasi karena pindah teritori. Namun, usulan mutasi tersebut ditolak dengan alasan ‘mutasi itu kebijakan pimpinan’. Semuanya urusan pimpinan, umat tidak berhak tahu atau tercerdaskan sedikit pun.
- Kader disia-siakan. Bukan berarti umat harus dihargai seperti raja atau ratu. Namun setidaknya pimpinan bisa berlaku adil dan fair. Seharusnya seluruh kader dibina dan diberi kesempatan untuk berkiprah mengembangkan jaringan. Ada beberapa kader yang sudah sangat banyak berkorban dari segi waktu, komitmen dan harta. Namun sebaliknya, kader-kader tersebut malah diperlakukan seperti musuh: disingkirkan, tidak diundang pembinaan, tidak dilibatkan program, dan komunikasi tidak dibalas tanpa alasan logis selama bertahun-tahun. Aneh kan? Apa yang salah dari kader aktif? Setelah dibantu berbagai pihak pun, hal ini terus menerus tidak terselesaikan.
- Tidak ada diskusi ilmiah. Banyak sekali surat dan masukan yang saya sampaikan ke pimpinan dengan harapan agar bisa diimplementasikan di lembaga. Atau minimal dikaji lah… Saya menyertakan banyak dalil dan sudah dicari yang insya Allah shahih. Namun, tidak ada kajian, tidak ada follow up bertahun-tahun. Selain itu, sikap kritis adalah sikap yang dianggap buruk di jaringan ini.
- Terjebak dalam ketidaktahuan. Sudah belasan tahun, namun saya masih tidak mengetahui siapa pimpinan saya, saya tidak tahu untuk apa infaq saya disalurkan, saya tidak mengetahui dengan jelas bagaimana estafeta sejarah. Bahkan membaca buku sejarahnya saja tidak diperbolehkan. Lebih parah lagi, pernah suatu kali saya tidak diizinkan belajar bahasa arab, bahasa Al Qur’an. Benar-benar aneh.
- Tidak ada inisiatif untuk mempraktekan syariat yang lebih jauh, misalnya menjauhi praktek-praktek dan traksaksi riba; atau menghindari ikhtilat dan tabarruj saat walimah. Progress implementasi keislaman di dalam jaringan benar-benar stagnan, tidak berkembang. Harokah lainnya sudah menugaskan anggotanya untuk say no to riba, bahkan byk anggotanya membuat bisnis properti syariah. Namun jaringan ini tidak mencoba belajar ke harokah Islam lainnya yang sudah lebih jauh maju dalam pengetahuan dan implementasi terkait riba. Benar-benar terlambat.
- Tidak jelas bagaimana proses seleksi dan pergantian pimpinan. Pimpinan adalah kepala organisasi, yang menentukan arah gerak dan sikap organisasi. Tentunya untuk menyeleksi pimpinan dibutuhkan seleksi dan evaluasi yang ketat. Namun kenyataannya, pimpinan dipilih secara aklamasi. Begitu juga amanah lainnya. Dipilih berdasarkan percaya saja. Ada beberapa orang tertentu yang memegang amanah namun memiliki masalah yang mengganggu stabilitas jaringan, seperti sulit berkomunikasi, berkata kasar, atau berakhlaq buruk – benar-benar tidak cocok ada di posisi tersebut – bikin organisasi hancur aja. Namun, pemimpin yang lebih tinggi membiarkan saja orang tersebut… Dan ini terjadi bertahun-tahun.
Untuk memutuskan bertahan atau meninggalkan, kita membutuhkan hujjah yang kuat agar bisa dipertanggungjawabkan di hadapan Allah. Kita tidak ingin meninggalkan karena maksiat, karena kecewa saja atau karena ada keinginan yang tidak terpenuhi.
Apakah kamu merasakan kejanggalan yang sama? Apakah kamu juga merasa berada dalam komunitas yang mengaku berkomitmen dalam Islam, tapi sikapnya sangat toxic? Atau, kamu mempercayakan saja urusan hidupmu seluruhnya kepada pimpinanmu, tanpa mengetahui dengan jelas dasar-dasarnya? Cobalah kau pikir, apakah benar kelompok yang kau ikuti?
Akhirnya saya memutuskan untuk mengkaji lebih dalam, untuk mengetahui kebenaran yang sebenarnya. Dimulai dari pemahaman yang diberikan dalam pembinaan – apakah sesuai dalil yang shahih, apakah berdasarkan dari seluruh dalil shahih yang berkaitan atau hanya cuplikan saja – apakah tafsir bahasa arabnya sesuai, dan seterusnya.
Di blog ini lah perlahan-lahan akan coba ditulis hasilnya. Insya Allah. Bismillah, semoga Allah menolong kami mengungkapkan kebenaran.
Apakah mereka yang sesemangat itu dalam berislam tidak bisa dianggap muslim?
Sholat Tidak Penting, yang Penting Infaq
Bukan untuk Menyembunyikan Pemimpin, Tapi untuk Menyembunyikan Strateginya
Support Da’wah dan Kontak Kami di:
5 Comments