﷽
Ahli Kitab menurut definisi lembaga Neo-NII adalah alim ulama di luar kelompok mereka, karena dianggap mendukung rezim yang tidak melaksanakan hukum-hukum Islam. Dalil yang digunakan adalah QS Al Maidah 5: 68 berikut ini
“Hai ahli kitab, kalian tidak dipandang sebagai sesuatu apapun hingga kalian menegakkan ajaran-ajaran Taurat, Injil, dan apa yang diturunkan Rabb kepada kalian.”
Kalimat ‘apa yang diturunkan Rabb kepada kalian’ ditafsirkan sebagai Al Qur’an, karena Al-Qur’an juga termasuk apa yang diturunkan Allah kepada umat manusia. Berdasarkan ayat ini, seseorang yang ‘ahli’ dalam kitab suci, termasuk Al Qur’an, namun dianggap tidak berusaha menegakkannya maka dianggap sebagai ahli kitab.1
Sekilas, pemahaman itu tampak benar. Namun, pemahaman yang benar diperoleh tidak hanya melalui ayat, namun juga Hadits shahih. Doktrin ‘ahli kitab = ulama’ ini bertentangan dengan banyak keterangan dalam hadits dan atsar yang shahih mengenai ahli kitab. Berikut ini di antaranya:
Dari Ibn Abbas radhiyallahu’anhuma, ia berkata, “Bagaimana kalian bertanya ahli kitab tentang kitab mereka padahal kalian mempunyai Kitabullah, kitab yang paling dekat janjinya kepada Allah, yang kalian membacanya dengan tidak dicampuri hal-hal lainnya.” 2
Abdullah bin Abbas berkata, “Wahai segenap muslimin, bagaimana kalian bertanya ahli kitab tentang sesuatu, sedang kitab kalian yang Allah turunkan kepada Nabi kalian ﷺ adalah berita paling baru tentang Allah yang tidak dicampuri oleh sesutu apapun, dan Allah telah menceritakan kepada kalian bahwa ahli kitab mengubah-ubah kitab Allah dan merubah-rubahnya. Setelah itu mereka tulis kitab-kitab Allah dengan tangannya, dan mereka katakan, ‘Ini dari Allah’, yang demikian untuk mereka beli dengan harga yang sedikit, tidakkah ilmu yang datang kepada kalian melarang kalian bertanya kepada mereka? Tidak, demi Allah, tidak akan kami lihat salah seorang di antara mereka bertanya kalian tentang yang diturunkan kepada kalian.”3
Abu Hurairah berkata, “Ahli kitab membaca Taurat dengan bahasa Ibrani, dan mereka menafsirkannya dengan bahasa arab untuk pemeluk Islam.” Spontan Rasulullah ﷺ bersabda: “Jangan kalian membenarkan ahli kitab dan jangan pula mendustakan mereka, katakan saja: ‘Kami beriman kepada Allah dan apa yang diturunkan’.”4
Dari Anas bin Malik dia berkata; “Dulu ada seorang sahabat laki-laki dari Bani Najjar. Sahabat tersebut telah menghafal surah Al Baqarah dan surah Ali Imran. Selain itu, ia juga pernah menjadi juru tulis Rasulullah ﷺ. Hingga pada suatu hari ia melarikan diri dan bergabung dengan Ahli Kitab.” Anas berkata; ‘Ternyata orang-orang Ahli Kitab memuliakan dan menghormatinya. Mereka berkata; ‘Sesungguhnya orang laki-laki ini pernah menjadi juru tulis Muhammad.’ Maka semakin tambah hormatnya mereka kepada orang laki-laki itu. Tak lama kemudian, orang itu meninggal dunia di tengah-tengah orang-orang Ahli Kitab. Lalu mereka menggali tanah untuk menguburkannya. Tetapi kemudian, bumi malah memuntahkan mayatnya ke atas. Mereka menggali tanah lagi untuk menguburkannya. Tetapi kemudian bumi malah memuntahkan mayatnya ke atas. Mereka menggali tanah lagi untuk menguburkannya. Tetapi kemudian bumi malah memuntahkan mayatnya ke atas, hingga mereka membiarkannya tergeletak.5
Dari beberapa atsar dan hadits di atas, dapat disimpulkan bahwa:
- Dari atsar shahabat Ibnu Abbas pertama, ‘kitab mereka’ yaitu kitab yang dimiliki oleh ahli kitab itu berbeda dari Kitabullah (Al Qur’an). Sehingga Ahli kitab adalah kaum yang memiliki kitab selain Al Qur’an.
- Ahli kitab memiliki karakter suka mengubah-ubah kitab Allah, yang tidak mungkin terjadi pada Al Qur’an, karena Al Qur’an benar-benar terpelihara keasliannya (QS 15:9).
- Ahli kitab membaca Taurat dengan bahasa Ibrani, bukan membaca Al Qur’an.
- Seseorang lari dari umat Islam dan bergabung dengan Ahli Kitab. Maka, Ahli kitab bukanlah bagian dari umat Islam.
Maka, jelas sudah bahwa Ahli Kitab bukanlah Alim Ulama. Ahli kitab adalah suatu kaum yang memiliki kitab selain Al Qur’an dan bukan bagian dari umat Islam – bisa saja beragama Nasrani atau Yahudi. Kitab mereka berubah dan tidak terpelihara seperti Al Qur’an.
Pemahaman bahwa alim ulama dan asatidz tergolong kepada ahli kitab menjadikan para kader NNII enggan untuk mengambil fatwa dan pendapat para ulama. Ini adalah pemahaman yang berbahaya karena menjauhkan kader dari sumber-sumber ilmu yang valid.
Baca Juga:
Sikap terhadap Ulama
Metodologi Tafsir Kata dalam Al-Qur’an (1)
Metodologi Tafsir Kata dalam Al-Qur’an (2)
Padahal, alim ulama merupakan pewaris para Nabi. Sehingga, hampir tidak mungkin memahami ayat-ayat Allah tanpa merujuk kepada fatwa dan tafsir mereka, karena merekalah yang menghafal Al Qur’an sepenuhnya, menghafal ribuan Hadits, ahli fiqih, mengetahui kredibilitas para shahabat, dan mengetahui benar bagaimana periwayatan kebenaran Al Qur’an dan Al Hadits.
Wallahu a’lam.
REFERENSI
1 Keterangan mengenai Ahli Kitab ini dibenarkan pula oleh Ust Rahmat Baequni dalam khutbahnya di link https://www.youtube.com/watch?v=ssPAiDpYAzk&t=2260s
2 Hadits shahih riwayat Bukhari no. 6968, diakses melalui aplikasi Ensiklopedi Hadits
3 Hadits shahih riwayat Bukhari no. 6969, diakses melalui aplikasi Ensiklopedi Hadits.
4 Hadits shahih riwayat Bukhari no. 6987, diakses melalui aplikasi Ensiklopedi Hadits.
5 Hadits shahih riwayat Muslim no. 4987, atau no. 2781 versi Syarh Shahih Muslim, diakses melalui aplikasi Ensiklopedi Hadits.
- Persahabatan yang Bertepuk Sebelah Tangan (Part 2)
- Pimpinan Laksana Tuhan
- Larangan Infaq 10% dan Porsi Infaq Seharusnya
- Mengapa Neo-NII bukanlah jama’ah Islam, apalagi Jama’ah yang Haq!
- Adakah Jama’atul Muslimin di Dunia ini saat ini?
Support Da’wah dan Kontak Kami di:
6 Comments