By: RD
Nama saya Rudi, saya bergabung dengan lembaga sekitar tahun 2009. Saya termasuk kader yang aktif dan loyal. Pemahaman dari lembaga membuat saya terus ingin berkorban untuk mengembangkan lembaga yang saya pikir adalah negara Islam yang Haq.
Setelah beberapa tahun menjadi anak akar, saya diberi amanah untuk menjadi tim pengembangan. Tim pengembangan adalah tim yang khusus bertugas merekrut orang untuk dijadikan kader lembaga. Tim pengembangan juga merancang strategi tabligh, mengatur bagaimana agar kader-kader lembaga dapat mengisi berbagai majelis ta’lim di sekolah, kampus maupun umum.
Di tim pengembangan (sering disingkat tim bang) saya bertemu dengan Risa. Kami sering bekerja sama merekrut orang. Dia yang memahamkan mad’u perempuan, jika mad’u sudah siap, maka saya yang akan menarik syahadatnya. Dalam praktek syahadat atau baiat yang dilakukan oleh perempuan di lembaga, dibutuhkan satu orang saksi laki-laki. Perempuan tersebut akan berjabat tangan dengan sang da’i, dan saya yang bertugas sebagai saksi untuk memandu ikrar perempuan tersebut. Jika yang ingin berikrar adalah laki-laki, maka cukup laki-laki itu mengucapkan ikrar dan berjabat tangan dengan saya sebagai saksinya.
Nah, di tim bang ini lah saya sering bercengkrama dengan Risa. Saya pun sering berkunjung ke rumahnya karena Risa sering meminjamkan rumahnya untuk berjalannya program tim. Rumah Risa sering dipakai untuk rapat program Ramadhan, program basic training, dan program rekrut. Tidak terasa, seiring seringnya saya berkegiatan dengan Risa untuk merekrut orang, saya mulai menyukai Risa. Dan rasa ini, semakin lama, semakin dalam.
Kukuat-kuatkan hatiku agar jangan sampai mencintai manusia. Aku hanya ingin mencintai Allah. Namun, percuma aku mengatur hatiku. Pikiranku tidak bisa kuhentikan mengingat Risa, apalagi kami sering bertemu minimal seminggu sekali di tim bang. Risa bagai permata yang mengisi jiwaku. Cinta.. mungkin ini namanya.
Mungkin, saya memang bukan orang yang pandai menjaga lisan. Banyak teman yang bilang saya ini orangnya blak-blakan. Sifat ini pula yang menyebabkan saya pada suatu hari menyatakan perasaan ke Risa. Entah apa yang ada di pikiranku saat itu. Astagfirullah, padahal saya sudah tahu, bahwa itu tidak pantas dilakukan sebagai seorang da’i dan tidak pantas dilakukan sebagai seorang kader Islam. Tidak pantas bagi seorang ikhwan menyatakan cinta kepada seorang akhwat yang belum halal baginya. Namun, apa boleh buat, Risa telah terlanjur mengetahuinya langsung dari lisanku.
Tentu saja Risa menyadari bahwa ini tidak benar. Karena Risa adalah kader akhwat tangguh yang sangat kuat memegang prinsipnya. Beberapa saat setelah kejadian itu, Risa melapor kepada pimpinannya, yaitu ketua tim bang, Kang Ari. Dan tentu saja kang Ari akan melaporkan lagi kejadian ini kepada atasannya, yaitu Kang Sayyid. Beginilah perilaku birokrasi yang biasa dalam lembaga. Segala sesuatu dilaporkan kepada pimpinan.
5 Comments