Makna ad-Diin berdasarkan Haqiqah ‘Urfiyah
Haqiqah ‘urfiyah adalah makna hakiki menurut kebiasan orang Arab berbicara.
Untuk mengetahui bagaimana penggunaan الدِّينُ dalam percakapan bahasa Arab sehari-hari, dapat kita lihat dari bagaimana percakapan Umar bin Khattab ra. dengan seorang pedagang pada episode pertama film seri Omar yang ditayangkan oleh Qatar Television1. Berikut ini percakapannya:
Umar: “Kau ingin aku tidak jujur sesama temanku, membuat untung di belakang mereka. Di proses itu, aku akan menolong engkau melawan kaummu sendiri. Jika kau memonopoli barang, kau bisa menaikkan harga. Kau akan tentukan harga sesukamu. Aku bicara sesuai kebenaran. “
Umar: “Aku tidak akan setuju dengan suatu persetujuan denganmu yang merugikan temanku. Ketidakadilan melahirkan buah kejahatan. Jika kau tidak suka diperlakukan dengan tidak adil, kau harus memperlakukannya kepada yang lain juga.”
Pedagang: “Apakah agamamu mengajarkan seperti ini Umar? Maksudku berhala yang kau sembah.”
أَ دِيْنُكَ يَأْمُرُكَ بِ هَذَا يَاعُمَر؟
“Apakah agamamu mengajarkan seperti ini wahai Umar?”
Umar: “Jika agama tidak mengajarkanku seperti ini, moralitas, integritas dan kejujuran membutuhkannya. Bagiku, ini adalah agama yang harus dijalankan”
اِنْ لَمْ يَأْمُرْ نِي بِهَا الدِّين….ـ
“Jika agama tidak mengajarkanku seperti ini…”
Umar: “Kalau begitu, apa yang diajarkan agamamu mengenai perbuatanmu? Atau dinar dan dirham adalah agamamu? Walaupun kau menunjukkan kau menganut agama yang lain?”
اَوْ دِيْنُكَ وَ دِرْهَم وَ دِيْنَار؟
“Atau dinar dan dirham adalah agamamu?”
Dari percakapan Umar ra dan pedagang, nampaknya tidak ada perbedaan terlalu jauh dari kata ad-diin (الدِّيْنُ) dengan ‘agama’ dalam bahasa Indonesia. Terlihat bahwa الدِّيْنُ mengandung ajaran-ajaran atau perintah-perintah yang semestinya dilaksanakan oleh penganutnya.
Ketika Umar ra. bertanya kepada pedagang, “atau dinar dan dirham adalah diinmu?”, hal ini menyiratkan bahwa ‘diin’ bukan hanya sistem kepercayaan yang selalu memiliki label populer seperti islam, nasrani atau yahudi. Namun ketika seseorang memiliki prinsip dan tujuan tertentu serta menjadikan hal tersebut prioritas utama dan mengabaikan hal-hal lainnya, maka itulah ‘diin’ seseorang tersebut. Umar ra. mengerti bahwa uang bisa saja menjadi ‘diin’ seseorang ketika seluruh prinsip hidup dan tujuan hidupnya adalah memperoleh uang bagaimanapun caranya. Hal-hal yang berpotensi menjadi ‘diin’ lainnya adalah cinta, tahta, wanita, popularitas, atau figur-figur publik.
Sehingga, ad-diin dalam penggunaan bahasa arab berarti sistem kepercayaan yang mengandung ajaran, prinsip, nilai dan perintah di mana penganutnya tunduk pada ajaran, prinsip, nilai dan perintah tersebut.
Referensi:
1 Silakan cek Episode film “Omar” yang pertama, dapat melalui Youtube, saat adegan percakapan Umar ra. dengan seorang pedagang di sekitar menit ke 24:55.
Persahabatan yang Bertepuk Sebelah Tangan (Part 2)
“Aku ketemu sama dia, sekarang udah berani pakai celana.”“Iya, kan? Sejak “keluar”, dia jadi beda.”“Berani deket sama cowok, lagi.”“Iya. Kerudungnya juga udah nggak panjang lagi.” Dua perempuan yang termasuk senior di kelompok ngajiku ngobrol dengan suara keras. Membicarakan Teteh A, yang dikabarkan membatalkan baiatnya dan keluar dari lembaga NII. Kami, para “junior” pura-pura tidak dengar.…
Pimpinan Laksana Tuhan
Bayangkanlah kamu adalah anggota lembaga yang rajin acara dan infaq persenan. Ketaatanmu pada Pimpinan sungguh luar biasa. Tapi, sadarkah kamu akan bahaya kesyirikan yaitu menuhankan Pimpinan? Kamu memang tak menyembahnya, tapi kamu ikuti semua perintahnya, yang halal jadi haram, yang haram jadi halal, yang dilarang oleh Allah dan Rasul-Nya kamu lakukan, yang diperintahkan oleh Allah…
Larangan Infaq 10% dan Porsi Infaq Seharusnya
Ada jaringan dalam lembaga Neo-NII yang mewajibkan umatnya untuk infaq sebesar 10% dari penghasilan. Bagaimana ajaran Islam menyikapi ini? Mari kita lihat hadits Rasulullah ﷺ berikut: Hadits 1 عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : { تُفْتَحُ أَبْوَابُ السَّمَاءِ نِصْفَ اللَّيْلِ فَيُنَادِي مُنَادٍ هَلْ مِنْ دَاعٍ فَيُسْتَجَابُ لَهُ ؟ هَلْ مِنْ سَائِلٍ فَيُعْطَى ؟…
Support Da’wah dan Kontak Kami di: