Luasnya Cakupan الدِّيْنُ dari Ayat-Ayat Al Qur’an dan Kitab Ulama (1)
Dalam pembahasan sebelumnya, الدِّيْنُ dapat berarti kekuasaan. Ayat yang menunjukkan bahwa الدِّيْنُ adalah kekuasaan serta دَانَ – يَدِىْنُ berarti menguasai ada di ayat berikut:
[12:76] “Dia tidak dapat menghukum saudaranya menurut undang-undang/kekuasaan raja, kecuali Allah menghendakinya. “
Sedangkan dalam kedua ayat di bawah ini, fi’il دَانَ – يَدِىْنُ (= menguasai) diubah menjadi bentuk maf’ul (objek, pihak yang dikuasai) yaitu madiinun (مَدِينُونَ) atau madiinin (مَدِينِينَ).
[37:53] “Apabila kita telah mati dan telah menjadi tanah dan tulang-belulang, apakah kita benar-benar (akan dibangkitkan) untuk diberi pembalasan?” [56:86] “maka mengapa jika kamu memang tidak dikuasai (oleh Allah),”
Menurut Tafsir Ibnu Katsir, Yusuf as menetapkan hukum atas saudara-saudaranya berdasarkan syariat Nabi Ibrahim as., bukan berdasarkan undang-undang raja yang berlaku. Demikianlah menurut Ad-Dahhak dan lainnya. Sesungguhnya Allah telah menetapkan bagi Yusuf as. Agar memberikan keputusan terhadap saudara-saudaranya dengan keputusan yang mereka ketahui dari syariat mereka. Oleh karena itulah dalam firman selanjutnya, Yusuf as dipuji oleh Allah “Kami tinggikan derajat orang yang Kami kehendaki”1.
Dalam kitab Tafsir Al Baghowy, دِيْنُ berarti hukum-pemerintah-aturan. Jika menurut Qotadah dan Ibnu Abbas dalam kitab yang sama, دِيْنُ berarti kekuasaan.
Dapat kita lihat ternyata الدِّيْنُ dalam ayat QS 12:76 adalah undang-undang atau kekuasaan, di mana di dalamnya terdapat hukum pidana. Disertakan juga kata مَلِك setelah kata diin, yang berarti raja. Raja adalah pemilik kekuasaan tertinggi. Sehingga, diin dapat diartikan undang-undang yang diterapkan pada institusi kekuasaan tertinggi di mana tidak ada kekuasaan lagi di atas institusi tersebut. Di zaman now, kekuasaan tertinggi itu ada pada level negara. Sehingga دِيْنِ berarti undang-undang atau kekuasaan negara.
Ayat lainnya yang membahas hukum pidana dalam Islam adalah ayat QS 24:2, dikatakan juga bahwa الدِّيْنُ itu juga mengatur hukum bagi yang berzina.
[24:2] ”Pezina perempuan dan pezina laki-laki, deralah masing-masing dari keduanya seratus kali, dan janganlah rasa belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk menjalankan agama (diin) Allah (فِيْ دِيْنِ اللّهِ)
Ayat di atas dijelaskan dalam Tafsir Ibnu Katsir dengan sangat gamblang, tanpa pertentangan mengenai kewajibannya di antara para perawi hadits. Ayat tersebut menjelaskan tentang hukum had bagi orang yang berzina. Jika seseorang belum pernah menikah, lalu melakukan zina, maka hukuman had-nya adalah seratus kali dera. Jika pelaku adalah muhsan, yaitu seorang yang pernah melakukan persetubuhan dalam nikah yang shahih, sedang dia merdeka, akil dan baligh; maka hukumannya adalah dirajam dengan batu2.
Rasulullah ﷺ sendiri pernah merajam sebanyak tiga kali3. Yang pertama pada seorang wanita istri seorang lelaki yang mempekerjakan seorang buruh, lalu buruh itu berbuat zina dengan si istri. Yang kedua pada Ma’iz dan yang ketiga pada seorang wanita dari Bani Ghamidiyah4. Ini menunjukkan bahwa jelas ada hukum pidana dalam Islam. Dan tidak mungkin hukum had ini dilakukan secara personal tanpa peran negara dalam melaksanakannya.
Selain hukum pidana, الدِّيْنُ juga mengatur ekonomi dan sosial. Bagaimana الدِّيْنُ Islam menangani ekonomi dan sosial dibahas dalam ayat QS 107:1-6 sebagai berikut.
[107:1-6] ”Tahukah kamu orang yang mendustakan diin ( الدِّيْنُ)? Maka itulah orang yang menghardik anak yatim, dan tidak mendorong memberi makan orang miskin. Maka celakalah orang yang sholat, yang lalai terhadap sholatnya, yang berbuat riya, dan enggan memberikan bantuan.
Dalam ayat di atas, الدِّيْنُ merupakan isim ma’rifat (kata benda definitif) yang mengacu kepada diinul Islam. Cakupan الدِّيْنُ ternyata sampai mengatur pemerataan ekonomi dan sosial. Pemerataan ekonomi dibuktikan dengan adanya statement bahwa yang mendustakan الدِّيْنُ tidak memberi makan orang miskin. Sedangkan الدِّيْنُ mengatur hubungan sosial dibuktikan dengan statement bahwa yang mendustakan الدِّيْنُ itu enggan memelihara anak yatim.
Dalam Tafsir Ibnu Katsir, para ahli tafsir berbeda pendapat mengenai makna Al-Ma’un. Namun Ibnu Abu Najih telah meriwayatkan dari Mujahid, bahwa Ali pernah mengatakan bahwa yang dimaksud dengan Al-Ma’un adalah zakat. Hal yang sama diriwayatkan pula oleh As-Saddi, dari Abu Saleh, dari Ali. Hal yang sama juga diriwayatkan melalui berbagai jalur dari Ibnu Umar. Hal yang sama dikatakan pula oleh 11 perawi lainnya5.
Saat ini pelaksanaan zakat dikelola oleh lembaga-lembaga zakat swasta yang tidak dikoordinir langsung oleh negara. Saat ini, negara mewajibkan pajak, namun tidak diwajibkan zakat. Sedangkan pada zaman Rasulullah ﷺ, pelaksanaan zakat ini terpusat oleh pemerintahan Islam. Umat Islam pada saat itu tidak wajib membayar pajak, namun wajib membayar zakat sesuai ketentuan syari’at. Pada saat pemerintahan Islam tegak di masa Rasulullah ﷺ, yang diberlakukan pajak atau jizyah adalah umat non-muslim.
[2:208] “Wahai orang-orang yang beriman! Masuklah ke dalam Islam secara keseluruhan (kaffah, كَآفَّةً), dan janganlah kamu ikuti langkah-langkah setan. Sungguh, ia musuh yang nyata bagimu.”
Dalam Kitab Tafsir Ibnu Katsir, fissilmi kaffah ini memiliki makna sebagai berikut:
- Beriman kepada Allah dan membenarkan Rasul-Nya, hendaklah mereka berpegang kepada tali Islam dan semua syariatnya serta mengamalkan semua perintahnya dan meninggalkan semua larangannya dengan segala kemampuan yang ada pada mereka.
- Fissilmi = taat, berserah diri, diin Islam.
- Kaffah = seluruhnya, atau masuklah kalian semua ke dalam Islam
- berkaryalah kalian dengan semua amal dan semua segi kebajikan6.
Dari beberapa ayat di atas saja, kita mendapatkan kesimpulan bahwa الدِّيْنُ cakupannya sangat luas. Dan kita diwajibkan untuk memeluk dan bersungguh-sungguh melaksanakannya secara kaffah.
BACA JUGA:
Sholat Tidak Penting, yang Penting Infaq
Bukan untuk Menyembunyikan Pemimpin, Tapi untuk Menyembunyikan Strateginya
Inkonsisten! Kafir? Fasik? Murtad? Muslim yang bukan mu’min? Mu’min yang bukan Muslim?
Kalau Suatu Saat Lembaga mengaku Rabb/Malik/Ilah, Saya Sudah Nggak Kaget Lagi
Referensi:
1 Aplikasi Android Tafsir Ibnu Katsir Lengkap oleh Androidkit, 2016.
2 Aplikasi Android Tafsir Ibnu Katsir Lengkap oleh Androidkit, 2016.
3 Dikutip dari Ahmad Sarwat, Lc. (https://www.youtube.com/watch?v=UEfYlwgGa5k)
4 Aplikasi Android Tafsir Ibnu Katsir Lengkap oleh Androidkit, 2016, ayat 24:2.
5 Aplikasi Android Tafsir Ibnu Katsir Lengkap oleh Androidkit, 2016 ayat 107:1-6.
6 Aplikasi Android Tafsir Ibnu Katsir Lengkap oleh Androidkit, 2016 ayat 2:208
Support Da’wah dan Kontak Kami di:
4 Comments