Tegaskan saja mereka muslim dan saudara seperjuangan dalam da’wah
Setiap orang yang menunjukkan ciri-ciri keislaman dan mengakui sebagai muslim adalah muslim, baik dia bersantai-santai atau bersungguh-sungguh, bergelimang maksiat atau sibuk dalam taat. Maka setiap muslim, apalagi yang berada dalam harokah da’wah adalah saudara seperjuangan, baik di harokah konservatif seperti Tarbiyah, Hizbut Tahrir, Salafy, Da’wah Tabligh; maupun harokah anak muda kekinian seperti Shift, Yukngaji.id, Cinta Quran, Syameela, Tafaqquh, Akhyar. Mereka seluruhnya mutlak muslim dan mu’min, berusaha hijrah dan menghijrahkan, berusaha menjadi mujahid dan mujtahid yang berusaha sesuai Al Quran dan As Sunnah.
Jangan sampai, sementara para pemuda dari berbagai harokah tersebut berusaha bersatu padu dalam tabligh dan syi’ar, berkolaborasi membuat proyek-proyek besar, membina dan mengajak, menjaring ribuan sampai jutaan massa masyarakat, dan hasilnya, berbondong-bondong kaum muda dibimbing sedikit demi sedikit menuju Islam – kader lembaga tertinggal dengan kebingungan, apakah mereka muslim atau tidak, boleh belajar pada ulama atau tidak, jika ada adzan lebih baik berangkat ke masjid untuk sholat berjamaah atau tidak?
Tidak perlu takut dengan kemiskinan dengan mengubah kebijakan Fiqih
Ada kemungkinan pemahaman syahadat di Neo-NII dipertahankan untuk mempertahankan loyalitas umat, seperti munakahat, sholat berjama’ah, zakat dan infaq. Namun, sikap eksklusif dan judgmental terhadap muslim lainnya malah menghambat persatuan dan kebangkitan Islam. Jika pimpinan Neo-NII memang menginginkan kebangkitan Islam, maka sikap terbaik adalah mulai membuka diri terhadap ilmu dan muslim lainnya, berkolaborasi dan membangun kekuatan.
Konsekuensi perubahan pemahaman mengenai syahadat ini berkonsekuensi pada perubahan total pada kebijakan fiqih seperti munakahat, sholat berjamaah di masjid, zakat dan infaq. Boleh menikah dengan muslim di luar Neo-NII, boleh berimam dengan muslim di luar Neo-NII dan boleh menyalurkan ZIS ke institusi luar Islam lainnya. Memang kebenarannya seperti ini. Ribuan umat Neo-NII tidak bisa terus-menerus terjebak dalam pemahaman dan kebijakan yang tidak berdasarkan al Quran dan As Sunnah.
Mengenai munakahat, akan dapat kita temui di harokah lain bahwa tanpa pemahaman muslim-non muslim pun, para anggota harokah akan dengan sendirinya memilih jodoh yang sama pemikiran dan ideologi dengannya, dan ini tidak masalah1. JIka ingin mengharuskan menikah dengan sesama Neo-NII, maka kebijakan ini dapat diumumkan dengan menjelaskan alasan-alasan logis dan juga contoh shahabat Rasulullah ﷺ mengenai hal ini. Misal, alasan logisnya adalah untuk mempertahankan ideologi jama’ah dan menjaga kualitas generasi selanjutnya. Dapat juga dikisahkan mengenai para shahabat Nabi yang dapat diteladani seperti Julaibib, Fathimah dan Ali, Hanzhalah, dan lainnya.
Begitu pula mengenai riba, zakat dan infaq. Akan dapat kita temui bahwa banyak di antara umat Islam Indonesia yang telah tercerahkan mengenai wajibnya zakat dan haramnya riba. Jumlahnya sangat banyak di berbagai level. Hal ini didukung dengan gencarnya para da’i dan artis hijrah, berlomba-lombanya bank konvensional membuka cabang bank syariah, juga berlomba-lombanya kader da’wah mendirikan developer properti syariah. Masyarakat mulai berlomba-lomba untuk hijrah dari riba, melaksanakan zakat maal dan membuka bisnis islami. Apakah ini semua membuat mereka miskin? Insya Allah tidak, penulis telah menyaksikan banyak teman yang kukuh dalam pendiriannya masalah haramnya riba, memang sulit di awal, namun akhirnya sedikit-sedikit memiliki rumah dan mobil tanpa riba yang tentu lebih barokah. Begitu juga para artis hijrah tidak kehilangan job karena hijrahnya mereka. Begitu pula figur-figur da’i memperoleh kepercayaan dana ratusan juta bahkan milyaran dari wakaf masyarakat karena kuatnya hujjah dan transparansi penyaluran dananya seperti Cinta Qur’an2 dan Kuttab al Fatih [3].
“Setan menjanjikan kamu dengan kemiskinan dan menyuruh kamu berbuat kejahatan, sedang Allah menjadikan untukmu ampunan daripadaNya dan karunia. Dan Allah Maha Luas lagi Maha Mengetahui.” (QS 2:268)
Pemahaman dan kebijakan fiqih yang diterapkan oleh Neo-NII selama ini harus dievaluasi. Jika memang salah dan menyimpang, maka sebaiknya diakui dan diperbaiki. Jangan sampai kita hanya menginginkan kekuasaan dan uang atas umat, namun tidak ada keinginan untuk belajar dan memahami berbagai referensi shahih untuk bagaimana benar-benar hidup dan berkepimpinan sesuai Al Quran dan As Sunnah.
Jika kukuh dengan praktek syahadat untuk gerbang rekrut dan tetap mempertahankan kebijakan lama yang eksklusif, maka kemungkinan besar selama ini malah umat Neo-NII yang batal keislamannya karena tergesa-gesa mengkafirkan orang yang jelas-jelas muslim. Umat Islam di luar sana telah banyak mendapatkan penjelasan di luar sana yang lebih memuaskan akal dan menentramkan hati, mendapatkan figur ulama dan pemimpin yang lebih mengayomi, dan mendapatkan teman berjuang dalam da’wah yang lebih terbuka dan percaya pada mereka. Sementara umat Neo-NII belum punya peran apa-apa dalam syi’ar Islam dan malah sibuk mengkafirkan/menjahiliyahkan mereka semua. Bukannya rahmat dan pertolongan Allah yang datang, namun adzab dan kemunduran terus menerus. Naudzubillah..
Beranilah mengakui kesalahan, belajar dan mendengar, dan berani melakukan perubahan pemahaman dan kebijakan. Semoga Allah membuka hati, menunjukkan kebenaran dan memperbaiki kondisi kita semua…
Baca Juga:
- Persahabatan yang Bertepuk Sebelah Tangan (Part 2)
- Pimpinan Laksana Tuhan
- Larangan Infaq 10% dan Porsi Infaq Seharusnya
- Mengapa Neo-NII bukanlah jama’ah Islam, apalagi Jama’ah yang Haq!
- Adakah Jama’atul Muslimin di Dunia ini saat ini?
REFERENSI:
1 Kisah Yoyoh Yusroh, aktivis da’wah PKS yang telah banyak menginspirasi
2 https://cintaqurancenter.org yang diasuh oleh Ust. Fatih Karim
[3] https://www.kuttabalfatih.com/Support Da’wah dan Kontak Kami di:
Terimakasih postingannya, kak